Duniaku, Saat ini.

Hampir 3 bulan sudah aku menjalani kehidupan yang sungguh berbeda, tidak lagi mendiami tanah rantau, juga tidak lagi berkegiatan di luar rumah. Hampir semua pihak patuh dalam satu instruksi pemerintah, bahwa kita semua hanya diperbolehkan untuk tetap tinggal dan berkegiatan di dalam rumah.

Ada apa dengan duniaku kini? biar kuceritakan padamu melalui tulisan ini.

Tentang sebuah tamu yang hadir di bumi ini, tentang makhluk Allah yang dalam sekejap mengubah dunia tak ubahnya seperti kota mati di beberapa tempat.

Kehadirannya, rupanya membuat hampir semua orang terpenjara. Hanya beberapa profesi saja yang diijinkan untuk beraktifitas normal. Menunaikan tugasnya demi membantu sesama umat manusia yang sedang terdampak oleh karena hadirnya makhluk Allah di tengah-tengah kita semua.

Di antara kita, ada yang mengutuknya, ada yang mengabaikannya, ada pula yang memohon dengan segala kerendahan hatinya agar ia bersedia segera pergi dari bumi ini. Alasannya mudah, hanya agar kita semua bisa kembali beraktifitas normal. Anak-anak pergi bersekolah, para orang tua tenang berbelanja ke pasar, dan beberapa orang bebas pergi ke kantor atau sekadar menunaikan janji temu di sebuah tempat terbuka di luar sana.

Namun tetap saja, Tuhan akan selalu menghadirkan berbagai hikmah yang bisa kita nikmati di tengah-tengah keterbatasan ini. Kapan lagi aku bisa melihat satu keluarga yang utuh berkumpul dalam waktu yang lama. Beraktifitas sama-sama, menikmati waktu luang dengan kegiatan yang bisa menumbuhkan rasa kasih dan sayang antar anggota keluarga.

Kapan lagi aku bisa melihat seseorang dengan ringannya berbagi dengan sesama meski kenyaataannya kondisi dirinya sendiri pun sulit. Meski dirinya pernah dicaci maki atas keterbatasan fisiknya, namun dengan kondisi dunia saat ini justru dia menunjukan rasa kasih dan sayangnya dengan berbagi kepada orang yang membutuhkan, ia abaikan luka di hatinya yang pernah tergores karena ejekan dan cacian orang-orang.

Sungguh suatu hikmah yang menyejukan bagi siapa saja yang melihatnya.

Satu hal yang selalu bisa kita pelajari dari setiap tragedi yang hadir, bahwa Tuhan akan selalu mengirimkan hikmah dalam balutan kekecewaan.

Jejak Anak Rantau #53: End Year, End Project, but Not End of Everything

Selamat Siang, hari ini adalah weekend terakhir di tahun 2019 yang mana menjadi tulisan terakhir juga untuk serial Jera’s Proejct di Ruang Belajarnya Lisna.

Sebagaimana diketahui oleh teman-teman, bahwa project kepenulisan ini adalah salah satu resolusi yang telah aku create di awal tahun 2019 yang lalu dan projectnya memang dijalankan hanya untuk satu tahun saja.

Di tulisan terakhir dari serial Jera’s Project ini, sebagai bentuk self-love aku bersyukur kepada Allah, dan ingin mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada diriku sendiri yang telah bersedia meluangkan waktu setiap weekend untuk merefleksikan setiap kejadian dalam perjalanan perantauanku, hingga tersaji ke dalam sebuah tulisan. Dan tak lupa juga, aku ingin berterima kasih untuk semua yang terlibat dalam self project ini, semua pembaca dan semua responden dari beberapa serial.

Semoga setiap tulisan yang aku share sebagai bukti dari jejak perantauanku, bisa memberikan makna hidup yang baik untuk para pembaca hingga menjadi suatu jejak-jejak kebaikan yang berrantai dan tak terputus. Dan yang terpenting, semoga semua yang aku dan teman-teman lakukan di dunia ini, bisa menjadi pemberat timbangan amal kebaikan kita kelak di hari perhitungan.

__ @fluffymuffin03 __.jpg

Picture: Pinterest

By the way, jika serial Jera’s Project ini berakhir hari ini, lalu selanjutnya apa?

Itulah sebuah pertanyaan yang aku layangkan pada diriku sendiri selama dua bulan terakhir ini. Mungkin aku akan membuat sebuah self project yang baru? atau mungkin juga aku akan tetap berfokus pada Jera’s Project ini dan mengembangkannya menjadi sebuah buku? Entahlah, namun yang pasti perihal “apa selanjutnya” akan menjadi sebuah kejutan dari Allah untukku. Aku hanya berdoa, semoga dari setiap keputusan yang aku ambil, selalu ada nilai keberkahan dan keridhoan dari-Nya yang sangat besar.

Oh ya, dengan berakhirnya project ini, bukan berarti aku berhenti menulis loh yaa!

Tentu aku akan terus menulis melalui halaman wordpress, namun kini tulisanku tidak hanya yang bertema Jera’s Project saja, namun aku akan menulis tentang tema apapun selama ada kebaikan yang harus aku sampaikan di dalamnya. Because anyway, writing activity is self healing for me. Apakah kamu juga merasa demikian?

Dan tentu berakhirnya serial Jera’s Project ini pun bukan berarti berakhirnya statusku sebagai Anak Rantau atau Perantau Ilmu. Alhamdulillah, hingga hari ini Allah masih mempercayakan aku untuk menjalankan peran ini. Aku masih tinggal di luar kota kelahiranku, dan semoga di tahun-tahun berikutnya, Allah percayakan aku untuk meluaskan jejak perantauanku ke berbagai kota yang aku impikan, yang namanya selalu ada di dalam setiap doaku.

Ijinkan aku menutup serial Jera’s Project ini dengan nasehat favorit dari salah satu tokoh yang menjadi idola dalam hidupku. Ia pernah berkata bahwa:

“Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan, jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.”

-Imam Syafi’i-

Semoga di tahun yang baru, kita semua bisa menjadi seperti mata air yang jernih dan mengalirkan kebaikan pada mereka yang membutuhkan.

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #52: Doa dalam Pertemuan

Ada kalimat sederhana yang biasanya terucap dari orang-orang yang baru pertama kali bertemu, atau dari orang-orang yang telah lama tak bertemu.

Seperti malam tadi, dalam sebuah perjalanan dari Jakarta menuju Bandung. Aku bertemu dengan seorang teman semasa SMK. Aku berhasil mengenalinya lebih dulu tapi mungkin dia tidak mengenalku dengan baik. Aku menyapanya, dan dia menyambut sapaanku dengan ramah.

Dari sedikit obrolan singkat kami, terselip ucapan berbentuk doa darinya untukku. Ucapan itu berkali-kali ia ucapkan padaku dengan intonasi yang tegas, sambil menjabat erat tanganku.

semoga sehat selalu ya Nna yaa, Semoga sehat selalu. Sukses terus”

Itulah sebaris kalimat yang terucap sederhana namun maknanya lebih dari sekadar sederhana. Biasanya, kalimat seperti itu selalu aku abaikan. Atau bahkan meng-aamiin-inya pun tak pernah sepenuh hati. Padahal, boleh jadi segala bentuk kebaikan dan kenikmatan yang kita rasakan adalah buah dari doa mereka yang kita abaikan ucapan-ucapannya.

Aku selalu merasa, bahwa setiap perjalanan yang pada akhirnya mempertemukanku dengan orang-orang baru, atau dengan yang bukan orang-orang baru namun telah lama tak bertemu, akan selalu menjadi pengalaman penting dalam jejak perjalananku.

STYLECASTER _ 23 Winter Candles So Pretty You Won't Care What They Smell Like

Picture: Pinterest

Ada makna yang kembali tergali dari pertemuan itu. Ada pelajaran yang tak jarang menyadarkanku, bahwa setiap manusia akan selalu beralih posisi, namun sayang, peralihan posisi, pergantian keadaan, dan segala bentuk perubahan yang terjadi dalam hidup kita lebih sering membuat kita lupa, bahwa semua yang terjadi bukan hanya terjadi atas usaha yang kita lakukan. Akan tetapi ada campur tangan orang lain dalam bentuk doa tulus mereka untuk kita.

Mungkin kita lebih sering meremehkan ucapan seseorang ketika mereka mendoakan kesehatan untuk kita. Menganggap basa-basi ketika ada seseorang yang menanyakan kabar saat kembali bertemu dengan kita. Dan mungkin kita lebih sering menganggapnya tak serius ketika ada orang dengan tulus mengulurkan bantuannya untuk meringankan beban kita.

Mungkin, itulah mengapa bahwa seharusnya kita lebih banyak berdialog dengan-Nya. Bukan hanya berdialog di saat keadaan terburuk menghampiri hidup ini, namun juga berdialog saat ujian kebahagiaan menyapa perjalanan kita. Bukan untuk memenuhi kewajiban kita sebagai seorang hamba yang beribadah pada-Nya, akan tetapi untuk meluluhkan jiwa kita yang terkadang mengeras seperti karang, supaya mudah kita temukan makna dalam setiap peristiwa.

Selamat menemukan makna, teman-teman.

 

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #51: Midnight Sale, Brand dan Self Identity

Beberapa hari menuju malam pergantian tahun, aku selalu mendapatkan notifikasi dari berbagai iklan atau online shop mengenai perayaan atau agenda midnight sale untuk berbagai brand. Mulai dari brand yang harganya masih masuk di akal, sampai brand yang harganya sama sekali sulit dimengerti.

Namanya midnight sale, tentu kita semua langsung paham bahwa sale yang ditawarkan oleh mereka dilakukan pada malam hari. Awal aku kenal dengan program tersebut mungkin saat usia aku masih kelas 3 SMA, yang terlintas di pikiranku saat itu adalah “memang ada yang niat belanja, berburu diskon di malam hari?”.

Dan you know? semua itu terjawab ketika aku telah menetap di Jakarta.

Seperti hari Jum’at malam kemarin, aku dan dua teman kantorku sengaja berkunjung ke sebuah Mall Eksklusif di wilayah Jakarta Pusat, kami berkunjung ke sana selepas pulang kantor. Mall Eksklusif? Ya, aku menyebutnya Mall Eksklusif karena memang toko-toko yang bertengger di dalam Mall tersebut bukan sekadar toko-toko biasa, contohnya seperti brand LV dan high brand lainnya.

Tak ada maksud khusus sebenarnya, hanya ingin sedikit having fun setelah sibuk dengan rutinitas pada hari itu serta sekaligus ingin menukarkan voucher ice cream milik seorang teman yang kebetulan storenya hanya ada di Mall tersebut.

Suasana ketika kami baru tiba tidak terlalu ramai, bahkan mall masih cenderung sepi. Namun ketika kami hendak pulang, sekitar pukul 21.30 WIB, Mall mulai ramai dikunjungi orang-orang. Mulai dari remaja hingga para orang tua.

Awalnya kami belum sadar jika malam itu akan ada midnight sale, sampai pada akhirnya seorang teman menginfokan bahwa pada malam hari itu akan ada launching perdana sebuah brand sepatu lokal yang telah ditunggu-tunggu oleh mayoritas pemuda. Aku juga telah diingatkan oleh partnerku untuk segera pulang dan berhati-hati, karena bisa jadi jalanan di sekitar Mall tersebut macet dan ramai.

Malam itu, aku masih berpikir, “ah paling juga cuma sedikit yang datang dan mungkin nggak akan sampai ada kerusuhan dan sebagainya”. Tapi meski demikian, aku harus segera bergegas pulang karena hari sudah mulai malam.

Pagi hari tadi setelah semua pekerjaan rumah selesai, aku membuka media sosial Instagram dan betapa kagetnya ketika melihat berita bahwa launching perdana sebuah brand sepatu tersebut di cancel dengan alasan ada penumpukan konsumen dalam jumlah besar. Mayoritas konsumennya laki-laki dan tampak saling berebut antrian. Ada yang tampak kecewa karena telah menunggu lama namun pada akhirnya cancel, ada juga yang merasa bahwa keputusan tersebut lebih baik.

Dari peristiwa tersebut aku kembali tersadar, bahwa ternyata ada sekelompok orang yang masih beranggapan bahwa Brands are self identity. Bahkan mungkin tanpa disadari aku pun pernah masuk dalam kelompok yang demikian. Berupaya dengan sekuat apapun untuk mendapatkan barang dengan brand tertentu demi identitas pribadi.

“Brands are now creating value not just by the product or services they represent, but by the meanings they generate. This meaning is being adopted by consumers to express who they are and what they stand for” (Iacob Catoiu, 2008)

 

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #50: Proyek Sepanjang Masa

Selamat malam, bertemu lagi di Ruang Belajarnya Lisna.

Ada cerita menarik dari Jera’s Project minggu lalu, setelah aku menyelesaikan design dan upload konten ke media sosial Instagram, aku melakukan Q&A terkait proyek apa lagi yang sebaiknya aku jalankan, mengingat Jera’s Project ini sebentar lagi akan berakhir.

Dalam Q&A itu pun aku meminta saran, kritik dan menerima beberapa pertanyaan dari teman-teman Instagram. Feedbacknya cukup beragam dan sangat memotivasi aku. Ada yang menyarankan supaya Jera’s Project ini diperpanjang lagi hingga 2020, But mostly mereka menyarankan agar naskah ini dijadikan sebuah buku.

Di luar kedua saran tersebut bahkan ada pula yang menganjurkan supaya aku membentuk proyek baru, seperti membuat video, menulis topik-topik yang sedang hangat pada masanya berdasarkan sudut pandang diriku sendiri, bahkan ada juga yang menyarankan aku supaya sungguh-sungguh menekuni sebuah proyek maha besar, proyek agung, dan bisa dikatakan proyek sepanjang masa. Proyek apakah itu?

“Bikin proyek baru aja Nna, seriusin gitu maksudnya. Proyek hafalan Qur’an” tulis seorang teman melalui DM Instagram. 

Picture: Pinterest

Tanpa disadari, feedback darinya mengantarkan kami pada percakapan panjang melalui DM-IG. Bagaimana tidak? membaca saran darinya seperti mendapatkan reminder bahwa ada proyek terlupakan olehku, ada proyek penting yang telah aku abaikan. Beruntung aku diingatkan olehnya, padahal seharusnya proyek ini menjadi prioritas utama dibandingkan self project lainnya, bukan?

Sebagai manusia, aku selalu merasa antusias ketika menghadapi pergantian tahun. Bukan karena ingin merayakan momennya, akan tetapi menjelang pergantian tahun akan selalu menjadi masa untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan dan peristiwa yang telah terjadi selama satu tahun yang lalu.

Dan seiring proses evaluasi itu, tak lupa juga aku selalu menuliskan, hal dan atau proyek apa saja yang akan dilakukan di tahun berikutnya. Mulai dari menuliskan rencana kecil sampai rencana besar, mulai dari keinginan kecil yang harus diraih, sampai keinginan besar yang harus terwujud. Akan tetapi sayangnya, ternyata dari sekian banyak rencana dan keinginan yang dituliskan dalam sebuah notes To Do List, tak ada satu pun proyek hafalan Qur’an dituliskan olehku.

All about just “duniawi”, semua rencana dan keinginan hanyalah yang bersifat keduniawian, dan bahkan mungkin rencana-rencana dan keinginan-keinginan tersebut pun belum tentu didasari dengan niatan untuk ibadah kepada-Nya.

Ya! Kita terlalu sibuk membangun berbagai rencana hanya agar citra diri kita meningkat di hadapan manusia lainnya. Kita lupa, bahwa setiap rencana yang kita tuliskan, setiap proyek yang kita bangun, setiap mimpi yang berusaha kita wujudkan, tidak akan terlepas dari peran kekuasan-Nya. Lantas, mengapa kita masih abai terhadap semua instruksi-Nya?

Semoga kita semua dimampukan oleh-Nya untuk menjalankan Proyek Maha Besar, Proyek yang akan memberikan keuntungan di dunia dan akhirat jika kita ikhlas menjalankannya, Proyek yang tidak hanya akan meningkatkan kualitas diri kita di dunia, akan tetapi Proyek yang juga akan menghasilkan mahkota kemuliaan bagi para orang tuanya kelak di akhirat. Tentang Sebuah Proyek yang harus kita jalankan selama kita hidup di dunia, yaitu Proyek Sepanjang Masa. Menghafalkan, dan Mengamalkan Ayat-ayat Cinta-Nya.

“Sebenarnya, (Al-Qur’an) itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang berilmu. Hanya orang-orang yang zalim yang mengingkari ayat-ayat Kami”

QS. Al-Ankabut: 49

 

Salam,

el 

Jejak Anak Rantau #49: Kegagalan, Bukanlah Kegagalan

Selamat malam #AnakRantau, selamat menikmati malam minggu bersama keluarga, teman dan orang-orang terkasih lainnya. Alhamdulillah, hari ini Jakarta turun hujan, setelah sepanjang hari disorot cahaya matahari yang terik, pada akhirnya Yang Maha Pengasih memberikan hujan hingga terasa lebih sejuk.

By the way, apa kabarnya teman-teman hari ini? Alhamdulillah, kabarku hari ini baik. Dan bahkan lebih baik dari sebelumnya, kenapa? karena aku punya satu pengalaman baru dalam hidupku yang sebelumnya tidak pernah aku sadari. Mungkin pengalaman itu pernah atau bahkan sering aku alami, tetapi kabar baiknya, pengalaman itu tidak pernah bisa sampai menyadarkanku, membuka hatiku, bahwa everything’s gonna be ok.

Memangnya, apa sih pengalaman itu?

So, satu pekan ke belakang sebenarnya ada hal yang sangat aku tunggu. Yaitu, pengumuman hasil seleksi dari sebuah program Study Comparative yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga non formal di Indonesia. Goals dari program tersebut adalah menjadi anggota conference and cross culture di tiga Negara South East Asia.

Berawal dari niat “iseng-iseng yang diseriusi”, aku dan partnerku mencoba apply dan submit essay untuk ikut seleksi program tersebut. Sebenarnya, ini adalah kali ke sekian bagiku untuk ikut seleksi semacam ini, akan tetapi bagi partnerku seleksi program ini adalah kali pertamanya, oleh karena itu ada sedikit khawatir sebenarnya dalam hatiku. Takut jika hasilnya tidak sesuai dengan harapannya, akan mematahkan semangatnya.

Karena bagiku sendiri yang telah berulang kali gagal, rasa kecewa itu masih selalu meninggalkan jejak di dalam hati. Hanya saja tak lama setelah itu semangatnya muncul lagi. Hehe.

Setelah dua bulan berlalu, akhirnya pengumuman resmi dari lembaga terkait pun muncul melalui halaman website. Dan memang hasilnya aku dan partnerku masih dinyatakan belum lulus. “Yah, aku gagal lagi deh” ucapku malam itu sambil menatap layar laptop. Entahlah, penolakan itu entah menjadi kegagalanku yang ke berapa. Aku tidak ingin memikirkannya. Namun memang terkadang, rasa kecewa karena kegagalan lebih sering mendominasi hatiku, sehingga membuat pikiranku berlarian kemana-mana hingga menimbulkan berbagai prasangka buruk.

“Kok aku masih belum lulus juga? aku udah belajar dari berbagai kesalahan di masa lalu, tapi belum juga berhasil, jangan-jangan aku emang nggak berkompeten”

dan seterusnya.. dan seterusnya..

Tanpa aku sangka, ternyata keluhan-keluhan tersebut direspon oleh partnerku yang pada saat itu pun sedang mengalami kegagalan yang sama denganku. Bedanya, ini adalah kegagalan pertamanya, sementara bagiku, ini adalah kegagalanku yang ke sekian. “Kamu, gagal? aku dong Lulus”. ucapnya sambil tersenyum optimis. Dan statementnya refleks membuatku kaget, “loh gimana bisa kamu lulus, sementara ini adalah kali pertamamu mencoba? sementara aku yang udah berulang kali, tapi masih belum lulus juga? kamu beneran lulus? kamu salah liat nama kali!” Ucapku tegas sambil merebut tablet yang sedang digenggamnya.

“Mana? nggak ko, kamu ga lulus nih buktinya”

“aku lulus, Nna, aku lulus. Aku lulus alhamdulillah aku berhasil melewati 1 jatah gagalku, Nna. Berarti sisa jatah gagalku berkurang 1 kan?, bukahkah itu hal yang baik? aku berhasil lulus melewati 1 jatah gagalku

Jleb! rasanya ada yang menampar seluruh alam kesadaranku. Rasanya kalimat yang sekali ucap keluar dari mulutnya, dalam sekejap berhasil meruntuhkan berbagai prasangka dan keluhan yang telah kokoh paripurna berada dalam pikiranku. Aku terdiam, dan hanya memandang wajahnya, “how can you think like that?”.

New York city evening haze by @dave_krugman #davekrugman #dcncity #dcnphotography

Picture: Pinterest

Hanya itu, satu pertanyaan yang pada saat itu terucap dari mulutku. Bagaimana bisa? seorang yang baru pertama kali mencoba hal baru, kemudian ia gagal, namun masih bisa berpikir se-positive itu? Sementara aku yang telah berkali-kali gagal, kenapa tidak mampu berpikir demikian? bukankah setiap orang memiliki jatah gagalnya masing-masing? Kemudian aku mencoba untuk berdialog dengan diriku sendiri, deep into my self.

Dan ternyata memang benar, semua yang terjadi akan selalu bisa kita tanggapi dengan dua cara pandang, positive perception or negative perception.

Ketika kita memilih negative perception, maka definisi kegagalan akan selalu menjadi dirinya sendiri, yaitu “kegagalan”.

Akan tetapi jika kita memilih positive perception, maka definisi “kegagalan” itu bukanlah “kegagalan”, namun “keberhasilan menyelesaikan 1 jatah gagal”.

So, jika DIA memberimu 100 jatah gagal, sudah berapa banyak jatah yang telah berhasil kamu gunakan?”

Semoga jatah gagalmu segera habis yaa, supaya kamu bisa segera sampai di tahap akhir kemenangan 🙂

 

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #48: Menuju Akhir Tahun, Ada yang Tertinggal?

Selamat malam, sahabat #AnakRantau. Bagaimana akhir pekan kalian? masih sibuk? ada tugas yang harus di carry over ke weekend? huhuhu semoga tidak ada yaa teman-teman. Karena anywhy, in my opinion weekend ini benar-benar harus kita manfaatkan untuk melakukan berbagai kegiatan yang bisa membahagiakan diri kita, sebagai bentuk self-love tentunya.

By the way, pagi tadi saat aku menerima telephone dari orang tua di Bandung, mereka mempertanyakan perihal kepulanganku ke Bandung, katanya “kapan kamu pulang lagi, libur Natal atau Tahun Baru?” dalam hatiku, “WHAT? Libur Natal? Tahun Baru?” wahh rasanya baru kemarin aku berada di penghujung tahun 2018, sekarang sudah mau menuju akhir tahun 2019 lagi. “Betapa betahnya kamu hidup di dunia ini Nna, sampai kamu tidak menyadari kini kita sudah berada di penghujung tahun”.

Dots & Pens on Instagram_ “Something that I wanted to add to my bullet journal this year was a spread for my favorite memories from the month_ I was inspired by…”.jpg

Picture: Pinterest

Bicara soal akhir tahun, apa yang sedang teman-teman lakukan atau rencanakan?biasanya aku melakukan semacam review atau evaluasi terhadap hal-hal apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, bagaimana hasilnya, perlu improvement atau tidak, sampai merencanakan kembali apa yang ingin dan tidak ingin dilakukan di tahun berikutnya.

Tak jarang dari aktivitas tersebut juga sering ditemukan beberapa target yang gagal atau belum terwujud, atau mundur dari waktu yang ditentukan, atau lebih parahnya lagi, “tertinggal dan lupa sama sekali untuk dilakukan”, huft! Bahkan sampai malam ini pun, ketika aku sedang menulis ini, dalam hatiku merintih malu, karena masih ada satu target dari awal tahun kemarin yang ingin aku selesaikan di akhir tahun ini, namun parahnya hingga malam ini, aku belum memulai sedikit pun untuk menyelesaikan target tersebut.

Ternyata benar, bahwa sempurnanya ide atau gagasan atau perencanaan tidak akan bernilai lagi sempurna jika tidak ada action. Dan semua itu, pastinya ditentukan oleh kadar kedisiplinan dari dalam diri kita sendiri.

Disiplin terhadap diri sendiri, terhadap waktu yang kita pergunakan, terhadap ide dan gagasan yang telah kita create, juga disiplin terhadap segala hal yang kita jalani dalam hidup ini. Karena bagaimana pun juga disiplin adalah kunci utama yang akan menentukan sukses tidaknya sebuah planning, dan dengan sikap disiplin pula, kita akan terhindar dari berbagai aktivitas yang tidak semestinya kita lakukan.

Tak jarang memang, tatkala kita melakukan sebuah rencana besar atau pun kecil selalu ada tantangan yang harus kita hadapi, tantangan tersebut seringnya muncul dari dalam diri kita sendiri. Semacam ego yang seharusnya dilawan, tapi malah kita manjakan. Itulah yang menyebabkan perencanaan sempurna yang telah kita buat, ternyata gagal terwujud.

So, insyaAllah masih ada sisa waktu beberapa minggu ke depan sebelum berganti tahun. Jika teman-teman masih ada target akhir tahun yang belum selesai, kuy! kita selesaikan bareng-bareng. Bismillah, semoga Allah mudahkan yaa.

 

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #47: Tentang Strata Sosial

Pekan ini menjadi pekan yang ramai bagiku, terutama jika menyimak ragam berita, baik di media online atau pun media cetak. Mulai dari berita tentang kekeringan lahan, kelaparan, perang di sejumlah wilayah yang tak kunjung usai, bencana alama, belum lagi berita perpolitikan yang kian menguap.

Oh sebentar! Aku tidak bermaksud ingin membahas tentang kasus-kasus tersebut, apalagi membicarakan topik perpolitikan yang rasanya bukan ranah pribadiku. Aku, melalui Jera’s Project kali ini hanya ingin kembali berbagi kisah. Berbagi kisah tentang apa yang kulihat sepanjang perjalananku selama satu minggu ke belakang.

Entah apa yang salah dengan diriku sendiri, semakin hari, semakin banyak aku melihat “mereka” yang kehidupan sosialnya jauh dari kata “layak”. Aku berpikir, apakah ini hanya sebuah pemikiranku yang hanya melihat pada satu sisi kehidupan saja?, atau memang faktanya saat ini ketimpangan sosial makin meluas?

Picture: Pinterest

Anak-anak kehilangan masa sekolahnya, sampai para lansia yang terrenggut kesejahteraan di hari tuanya. Belum lagi apabila sengaja kita lihat perkasus secara detail. Sesak rasanya membaca sebuah headline “seorang anak membunuh orang tua hanya karena bla bla bla bla”, atau pilu rasanya ketika menyaksikan video viral di media sosial tentang seorang anak yang hidup di bawah garis kemiskinan berjuang pergi ke sekolah dengan hanya 1 kaki, tanpa ada perhatian dari dinas sosial setempat.

Lantas, bagaimana dengan yang ada di sekitar kita?

Sama. Ya, sama! Aku kira kisah-kisah tersebut terjadi di tempat yang jauh di sana, tak bisa kulihat secara langsung. Namun kenyataannya di sekitarku pun begitu banyak kehidupan yang demikian.

Seperti bapak tunanetra yang berprofesi sebagai penjual kerupuk di trotoar Thamrin, seorang ayah dan anaknya yang selalu kulihat di bawah JPO kala mereka sedang mengistirahatkan badan dari lelahnya mencari barang-barang bekas, seorang kakek yang hidupnya sebatang kara dengan kondisi kesehatannya yang buruk.

Mereka semua bertahan dan berjuang sendirian. Terabaikan olehku dan oleh kita semua yang terlalu sibuk menata diri tanpa peduli terhadap orang lain. Lantas, dengan kondisi yang demikian, masihkah kita bangga mengakui bahwa kita telah menjadi warga negara yang baik karena menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila? Sementara kita abai terhadap kehidupan mereka.

Rasanya, tak ada lagi implementasi dari kalimat Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sehingga adanya mereka seperti terkotak-kotak oleh strata sosial yang kian meninggi. Menjustifikasi bahwa kondisi mereka bukanlah urusanku atau urusan kita.

Padahal jelas sudah tentang titah-Nya kepada kita, bahwa seorang hamba haruslah menjadi insan yang saling tolong menolong, saling menebarkan kebaikan dan meluaskan kebermanfaatan yang seluas-luasnya.

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran

QS. 5:2

Lalu, apa harapanmu di Sabtu malam ini? kalau harapanku, semoga apa yang telah aku lakukan hari ini, bisa memberi manfaat untuk semuanya.

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #46: Work Life Balance, di Jakarta

Tulisan ini adalah sebuah inspirasi dari video yang diterbitkan oleh Vice Indonesia. Untuk melihat videonya, klik di sini

Hai Anak Rantau, khususnya kamu yang sedang menjejakkan langkah perantauan di Jakarta, by the way apa kabarnya? alhamdulillah I’m feel so good, entah ada aroma apa tapi hari ini aku merasa lebih bersemangat dari sebelumnya.

Kali ini, aku akan mengajak kalian untuk sejenak flashback mungkin beberapa hari ke belakang atau beberapa minggu ke belakang. Kalian merasa nggak sih kalau cuaca di Jakarta semakin panas? bahkan di pagi hari ketika hendak berangkat ke kantor sekitar jam 08.00 pagi, matahari mulai terasa terik belum ditambah lagi paparan polusi udara yang semakin membuat kita kehilangan aroma sejuk udara pagi. Hiks, jika seperti ini, biasanya energi positif untuk memulai pekerjaan di Kantor akan sedikit terkikis oleh lelahnya perjalanan dari rumah menuju Kantor.

Belum lagi jika ada tantangan berat yang harus kita lalui selama perjalanan. Seperti misalnya jalanan macet bagi yang menggunakan kendaraan pribadi, kondisi berdesak-desakan di Commuter Line bagi yang menggunakan Public Transportaion, sampai hilangnya mood yang baik karena merasa lelah ketika berkendara dengan roda dua. Kamu tim yang mana? dan kamu, biasanya bagaimana menghadapi rutinitas di kantor setelah melewati serangkaian tantangan tersebut?

Aku selalu merasa kagum pada mereka yang menghadapi tantang seperti itu, setiap hari. Dan aku juga merasa sangat kagum pada mereka yang demikian tetapi masih bisa profesional menyelesaikan pekerjaan di kantor dengan baik. Tapi aku lebih merasa sangat kagum pada mereka yang sudah menghadapi tantangan seperti itu setiap hari, tapi masih bisa profesional kerja, ditambah mereka masih punya waktu untuk bertemu dengan keluarga, hang out bareng teman-temannya, berkarya di luar, berolah raga kehidupan sosialnya di luar tidak ada masalah, dan bahkan lebih kerennya lagi mereka masih bisa menunaikan hak terhadap dirinya sendiri untuk beristirahat dengan jam tidur yang cukup.

Wow, rasanya work life balance nya itu sangat realistis dan mudah. By the way kalau kamu gimana? *nunjuk diri sendiri*

New York city evening haze by @dave_krugman #davekrugman #dcncity #dcnphotography

Picture: Pinterest

Teman-teman you know? sebenarnya hari ini adalah harinya aku untuk recovery pasca terserang demam, flu, dan radang. Ya dan penyakit itu menyebabkan aku harus beristirahat meninggalkan aktivitasku di kantor selama dua hari. Diagnosa medisnya masih sama seperti sebelum-sebelumnya, karena terlalu capek, kurang berolah raga, makan yang tidak teratur dan sembarangan, juga jam tidur malam yang kurang cukup.

Kira-kira jika kondisi fisik seperti itu sudah mencerminkan work life balance yang baik atau enggak yah? hehe, tentu jawabannya NO. Aku (dan kalian yang sama denganku) mungkin selama ini terlalu fokus dengan pekerjaan atau daily activity masing-masing. Seperti meeting di kantor, dikejar target perusahaan, juga projek atau tender yang butuh persiapan matang terkadang membuat kita bekerja lebih keras, butuh waktu lebih banyak sehingga tak jarang membuat kita bersedia melakukan over time. Dan tak tanggung-tanggung pekerjaan itu pun menyita waktu untuk berkumpul dengan keluarga.

Eh, wait! Jangankan untuk berkumpul dengan keluarga, untuk memenuhi hak terhadap diri kita sendiri pun rasanya sulit. Mengurangi jatah jam tidur malam kita, membiarkan diri tidak berolah raga, bahkan untuk sekadar makan mengisi perut pun rasanya sulit. Seolah 24 jam waktu dalam sehari tidak akan pernah cukup bagi kita untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan tersebut.

Tanpa sadar, kehidupan yang demikian ternyata bukan hanya menjauhkan diri kita dari standar work lif balance yang semestinya. Namun juga sebagai bukti bahwa kita tidak memiliki rasa cinta terhadap diri sendiri (self-love). Ketika kita merasa “enggak enak” karena belum bisa menyelesaikan tugas untuk orang lain, lantas kenapa kita merasa “no problem” saat mengabaikan hak-hak yang harus diberikan kepada diri kita sendiri?

Hmm, guys yuk cek kembali time management yang telah melekat di diri kita. Karena anywhy time management akan selalu berpengaruh terhadap produktivitas yang kita lakukan.

Selamat berakhir pekan.

 

Salam,

el

Jejak Anak Rantau #45: Mengkritisi Hujan

Di tempatmu, sudah turun hujan? Alhamdulillah, sore hari ini hujan telah membasahi lagi ibu kota. Bahagia rasanya, karena bisa kembali menikmati hujan. Terlebih lagi, sepertinya hujan kali ini adalah hujan yang dirindukan oleh semua pihak yang telah mengalami krisis air sepanjang musim kemarau kemarin. Melihat dan membaca di beberapa surat kabar pun, rasanya cukup memprihatinkan ketika beberapa orang di antara kita harus mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan air bersih.

Padahal, air adalah produk Allah yang langsung DIA turunkan untuk kebutuhan seluruh makhluk hidup di dunia ini secara gratis. Untuk makan, minum, mandi, dan berbagai aktivitas lainnya yang membutuhkan air. Tetapi sayangnya, produk gratis tersebut tidak lagi menjadi gratis ketika telah sampai ke tangan manusia, apalagi jika sifatnya langka.

By the way, apa sih yang sering teman-teman lakukan di kala hujan turun? katanya, aktivitas yang paling nyaman dilakukan saat hujan turun ialah menikmati semangkuk mie instant lengkap dengan toping cabai yang menambah sensasi pedas di mulut, atau katanya, aktivitas lain yang tak kalah nyaman dilakukan ketika turunnya hujan ialah beristirahat di atas sebuah kasur lengkap dengan selimut untuk menghangatkan badan.

A picture of Big Ben I took on a rainy afternoon on the London Eye a couple of years back.png

Picture: Pinterest

Hmm benarkah? iya sih, tapi faktanya ternyata ada hal yang lebih penting dari sekadar makan mie instant atau tidur di kala hujan. Apakah itu? ketika kita melangitkan do’a terbaik kita kepada-Nya. Karena, hujan telah menjadi salah satu waktu yang baik bagi kita untuk melakukan aktivitas tersebut.

Namun sayang sekali, meski faktanya demikian masih ada di antara kita yang selalu mengkritisi datangnya hujan. Terlebih hal itu kita lakukan ketika kita memiliki suatu agenda penting yang sudah direncanakan sebelumnya. Seperti hang out dengan teman, menghadiri pesta pernikahan, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang mengharuskan kita untuk beraktivitas di luar ruangan.

Tak sadar mungkin, kita sendiri pun pernah melakukannya. Ketika tetesan air pertama dari langit turun, alih-alih mengucapkan kalimat “Allohumma Shoyyiban nafi’an”, kita malah mengucapkan kalimat-kalimat keluhan seperti, “yah kenapa hujan, kan mau pergi ke sana”, atau “yah kenapa hujan, jalanan becek pasti deh jadi macet”, atau kalimat-kalimat keluhan lainnya yang sebenarnya tidak seharusnya kita ucapkan.

Mungkin, kita pun tak pernah menyadari bahwa di luar sana ada banyak pihak yang merindukan datangnya hujan. Bagi mereka yang sedang mengalami krisis air bersih, hujan tidak hanya sekadar air yang membasahi tanah-tanah kering, tetapi juga hujan bisa menyelematkan hidup mereka dari ketergantungan terhadap air yang tak layak. Hujan juga menjadi momen yang ditunggu bagi mereka yang menjadi korban kebakaran hutan.

Mungkin, kita pun tak pernah menyadari, bahwa ketika kita menganggap hujan telah mengganggu aktivitas kita, kemudian kita mengeluhkan kehadirannya, bukankah sebenarnya pada saat itu kita sedang menggugat Allah? hiks, 😥 siapa kita? berani-beraninya menggugat DIA.

Jangan salahkan datangnya hujan, jangan kritisi kehadirannya. Karena sebenarnya ada banyak yang bisa kita lakukan di saat hujan turun. Saling melangitkan do’a, berkontemplasi dengan diri sendiri, menulis, mencari ide, membuat sebuah karya, adalah beberapa aktivitas menyenangkan yang bisa kita lakukan di saat hujan turun.

So, sudahkah hujan turun di kotamu? jika sudah, kutitipkan do’a padamu, mohon langitkan pada-Nya bersama do’a-do’a terbaikmu yang lain.

Selamat menikmati weekend, selamat menyambut datangnya hujan. Berbahagialah!

Salam,

el