Menutup Tahun 2018

Tulisan ini adalah sebuah Review Materi dari Seminar yang dibawakan oleh Ust. Hanan Attaki, LC pada hari Sabtu, 29 Desember 2018 di Granada Ballroom, Menara 165. Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan untuk kita semua yaa, Aamiin
Happy Reading, dear’s..

Hallo, Assalamu’alaikum. Apa kabar teman-teman? semoga kebaikan dan keberkahan dari-Nya senantiasa membersamai kalian yaa, kapanpun dan dimanapun kalian berada. Aamiin.

By the way, karena tulisan ini akan menjadi tulisan yang terakhir di postingan saya tahun 2018, oleh karena itu untuk menutup tahun 2018 saya ingin menyajikan sesuatu yang semoga bermanfaat untuk teman-teman semua juga semoga menjadi sedikit bekal untuk menghadapi tahun yang baru, yaitu 2019. Baiklah tanpa berpanjang-panjang lagi, yuk dimulai.

Adakah diantara teman-teman yang belum mengenal Ust. Hanan Attaki, LC? Saya rasa hampir semua teman-teman pasti sudah mengenalnya lah yaa, hehe. Ceritanya kemarin (Sabtu, 29 Desember 2018) untuk pertama kalinya saya mengikuti seminar Nasional yang dibawakan oleh beliau, dan Alhamdulillah di kali pertama tersebut kesan yang saya dapatkan amat sangat baik, jadi saya ingin membagikan tentang apa saja yang saya dapatkan selama seminar berlangsung. Oya, beliau saat itu membawakan sebuah materi yang berjudul “Dear Haters, gimana biar dibela Allah pas lagi dijutekin?”.

O..Ooww adakah diantara teman-teman yang juga pernah mengalaminya? atau bahkan mungkin saat ini sedang mengalaminya? ketika teman-teman bermaksud membagikan konten positif di akun instagram tapi malah mendapatkan komentar hate speech dari haters?

tenang, karena ternyata teman-teman nggak sendirian. kenapa? karena memang pada dasarnya setiap manusia akan selalu memiliki haters. Bahkan apabila kita melihat pada kisah orang-orang Soleh terdahulu pun mereka memiliki haters. Masih ingat dengan kisah Rasulullah SAW yang pernah dilempari kotoran ketika beliau sedang menyampaikan dakwah? yap, dan itulah salah satu contohnya kawan. Sekelas Rasulullah SAW pun punya haters, apalagi kita yang faktanya emang punya banyak kesalahan.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, fenomena haters sendiri sebenarnya semakin terlihat ke permukaan ketika diantara kita semua sudah semakin mengenal dunia social media yang merupakan wadah bagi siapa saja dalam menuangkan ekspresinya. Nggak sedikit diantara kita yang melihat bahwa bullying juga sering terjadi melalui social media. Kebebasan berekspresi seolah-olah menjadi sebuah kebebasan yang memperbolehkan penggunanya untuk menuliskan kata-kata yang tak ber-etika. Body shaming, ejekan, cibiran, dan komentar-komentar negatif lainnya yang terkadang menjadi hal yang wajar bagi para haters, niatnya mungkin bercanda tapi apa daya candaannya malah over sehingga membuat si pembaca merasa nggak nyaman.

Hmm tapi by the way yang terpenting saat kita bicara soal haters berarti kita juga bicara tentang Bagaimana cara menghadapinya, dan yang harus kita ingat bahwa setiap perilaku dan perbuatan yang kita lakukan akan selalu dipandang beragam oleh orang-orang di sekeliling kita. Contoh ketika teman-teman ingin membagikan sebuah konten dalam sebuah social media, toh akan selalu dipandang dengan sudut pandang yang berbeda. Mereka yang senantiasa berpikir positif tentu akan menilai bahwa konten tersebut bermanfaat, sementara bagi mereka yang berpikir negatif akan selalu menemukan celah keburukan dari konten yang kita bagikan. So, apapun yang terjadi tetaplah bersemangat dalam membuat dan membagikan konten yang positif yaa wahai teman-teman!

Mengutip dari kisah Ust. Hanan Attaki sendiri, ketika beliau membagikan sebuah konten yang berisi murotal dalam sebuah social media. Ternyata tidak semua followersnya menganggap bahwa konten tersebut adalah sebuah media dakwah dalam menyampaikan kebaikan, sebagian followersnya tidak memandang bahwa konten tersebut bisa menjadi sebuah inspirasi bagi anak mudah untuk terus bertilawah, tapi ada juga yang menganggap bahwa konten yang beliau bagikan tersebut adalah sebentuk perilaku pamer.

Lalu, bagaimana sikap kita dalam menghadapi sikap para haters yang demikian?

Ada banyak kisah terdahulu yang bisa kita jadikan rujukan dalam menghadapi sikap para haters, salah satu yang cukup menggugah saya adalah tentang kisah dari Nabi Yusuf Alaihissalam, bagaimana ketika beliau dibenci oleh saudaranya sendiri, dibuang kedalam sumur, dibiarkan menjadi budak, dan di fitnah namun beliau tetap sabar dan yakin bahwa Allah SWT akan selalu melindungi.

Pict from NYN

Dan ya, sabar! Sabar adalah sebuah kata kunci yang cukup simple namun pada kenyataannya sulit untuk di implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang memang ketika diantara kita telah menyusun niat baik untuk membagikan sebuah konten dalam social media, tiba-tiba niat tersebut runtuh karena komentar haters terhadap kita. Sehingga pada akhirnya kita kehilangan semangat untuk membagikan konten yang bermanfaat atau bahkan yang paling parah adalah kita ikut terpancing dalam amarah yang disebabkan oleh komentar-komentar negatif dari para haters. Na’udzubillahimindzalik. Semoga kita semua senantiasa diberi kesabaran dan perlindungan oleh Allah SWT dari berbagai pengaruh buruk di sekeliling kita ya dear’s.

“karena dengan bersabar akan selalu kita temukan hikmah,
dan dengan hikmah akan kita dapatkan rahmat dari-Nya.
dan Bersabarlah terhadap segala sesuatu yang belum kita ketahui”
–Ust. Hanan Attaki-

So, di tahun yang baru semoga kita semua semakin gigih dan sabar dalam membagikan konten-konten positif yaa, supaya bisa menjadi amal jariyah dan yuks! kita sama-sama luruskan niat bahwa segala sesuatu yang kita share, adalah bagian dari rutinitas kita dalam mencapai ridho-Nya.

Thank you, next *ala gitasav, tetep*

Salam,

El

Belajar Dari Pensiunnya Bapak

jagungrebus:

Tiga bulan lagi Bapak saya akan pensiun. Selama ini,saya cukup terharu (sedih sebenarnya) karena Bapak tidak pernah menjadi pejabat mentereng seperti orang lain. Bukan karena saya ingin bangga, bukan. Tapi lebih kepada saya ingin Bapak bangga karena memiliki karir yang tinggi (tinggi seperti ekspektasi saya).

Seminggu lalu Bapak mengirim SMS, isinya sederhana, memberi tahu bahwa beliau telah dilantik menjadi perwira. O ya, Bapak saya seorang anggota POLRI, bertugas sebagai staff keuangan, satu tingkat di bawah kepala bagian. Bapak saya tidak pernah bisa menjadi kepala bagian, karena bukan perwira. Ketika dia menjadi perwira, masa pensiunnya segera datang beberapa bulan lagi. Tapi syukur juga, karena Bapak pangkatnya rendah, saya jadi bisa kuliah murah di ITB dulu.

Candaan saya dengan Bapak begini, “halah Pak, gak akan ada yang tanya Bapak berapa lama jadi perwira, yang penting Bapak pensiun sebagai perwira.”

Ketika saya bermasalah di tempat kerja beberapa tahun lalu dan akhirnya resign, Bapak menelepon saya. Beliau berpesan, “meski tinggal sebulan, apapun yang terjadi di sana, kamu harus tetap mengerjakan pekerjaanmu dengan maksimal, jangan terpengaruh. Kerjakan sebaik mungkin, tinggalkanlah kesan baik, tuntaskan.”

Sebenarnya, tanpa Bapak berpesan itupun, saya sudah melakukan itu. Bahkan pernah di tempat sebelumnya, hari terakhir bekerja saya masih lembur di pabrik dan menemani tamu hingga pukul 12 malam.

Beberapa hari lalu, saya ngobrol dengan adik. Saya baru sadar, bahwa sikap saya terhadap pekerjaan adalah hasil dari contoh Bapak dan Ibu. Bapak memang sekali saja berpesan pada saya untuk bekerja sebaik mungkin, namun sedari kecil kami selalu disuguhi pemandangan tentang betapa bertanggungjawabnya Bapak dan Ibu terhadap pekerjaan.

Dulu komputer belum populer, Bapak selalu bawa buku akutansi yang super besar selebar meja, dan menulisinya dengan data – data gaji polisi. Tulisan Bapak sangat rapi, dan beliau selalu lembur setiap akhir bulan hingga tengah malam di rumah. Ibu sering membantu juga. Kata Ibu, setiap akhir bulan penyakit maag Bapak selalu kumat karena stres deadline.

Lucu ceritanya ketika Ibu memberi usul agar Bapak menggunakan komputer. Komentar Bapak waktu itu, “mana bisa, data sebanyak itu dimasukkin ke komputer yang kecil begitu? Buku akutansinya aja super besar gitu.”

Bapak dan Ibu tidak pernah mengurangi kualitas pekerjaan mereka karena kecilnya gaji. Sebelum pemerintahan SBY, gaji guru teramat kecil lah. Gaji polisi masih kecil, haha. Tapi Bapak dan Ibu tidak menjadi kendor dalam bekerja. Barangkali itulah yang membuat saya dan adik punya prinsip yang sama.

Ada satu hal yang membuat saya akhirnya menyadari bahwa kesedihan saya karena Bapak tidak pernah punya jabatan mentereng itu bodoh. Yaitu ketika adik saya berkata, “Bapak menutup karirnya dengan kesan yang (teramat) baik. Di apel pagi Bapak dipuji – puji karena tidak mengurangi kualitas bekerjanya padahal menjelang pensiun. Di akhir pelantikan perwiranya, Wakapolreslah yang minta berfoto dengan Bapak.”

Suatu hari, atasan Bapak menyekolahkan anaknya dengan biaya yang sangat besar, ratusan juta. Saya berkelakar, “Pak, kok Bapak ga punya duit segitu sih Pak?” Kata Bapak, “Bapak cuma mau hidup tenang. Bapak emang ga punya duit segitu, tapi anak – anak Bapak gak pernah butuh duit segitu untuk masuk kuliah. Kamu dapat beasiswa, adikmu kuliah ya murah. Kalian bisa cari kuliah sendiri, bisa cari kerja sendiri, Bapak ga perlu cariin. Temen – temen Bapak itu, ya repot cariin kuliah anaknya, cariin kerjaan buat anaknya, Bapak gak perlu.”

Di akhir obrolan saya dengan adik, saya menyadari rasa syukur saya bahwa Bapak mengakhiri karirnya dengan cemerlang walaupun tidak berkalang jabatan dan uang. Saya meyakini bahwa integritas Bapak adalah keperwiraan yang sesungguhnya, lepas dari kesalahan – kesalahannya dalam bekerja.

Bapak hanya polisi biasa hingga akhir masa kerjanya. Tapi sebagai laki – laki, dia berhasil membesarkan kami. Alhamdulillah keluarga dalam keadaan diberkahi dalam segala kondisi. Anak dan mantu rukun, rejeki selalu ada entah bagaimana Allah menyampaikannya. Cucu pertama segera lahir. Bapak hanya lulusan SMEA, tapi kedua anaknya minimal sudah sarjana, yang alhamdulillah selalu berada di jalan yang gak melenceng – melenceng amat.

Semoga rezeki yang kami makan melalui Bapak selama ini halalan toyyiban, agar di akhirat tak jadi beban.

 

Bandung, 15 September 2017
Untuk Bapak yang sering saya sebelin

Peran

Aside

Banyak banget tokoh di dunia khususnya di Indonesia yang bisa ngasih banyak inspirasi buat kita.

Tapi tanpa kita sadari, terkadang kita malah ikut larut dalam perasaan sebatas mengagumi yang keterlaluan pada tokoh tersebut.
Gak banyak diantara kita yang pandai meneladani kehidupan mereka, lalu kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan kita pribadi.
Ya, dan Gue adalah salah satu orangnya.
Kalau ditanya siapa aja tokoh-tokoh yang gue kagumi? Gue bisa ngelistnya dalam sebuah notes
Tapi saat ada orang yang nanya, so what you have done to be like them? And the answer is “Nothing” hikss 😥 Padahal dengan kita udah punya sosok yang menjadi figur sebagai role model dalam hidup kita, itu adalah hal yang udah selangkah lebih maju lohh, seperti anak tangga yang punya beberapa tahapan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi

Tapi apa masa iya, kita mau diem selamanya di anak tangga nomer satu terus? so, inilah yang disebut bahwa life must have the change.
Misalnya dengan setelah kita merasa kagum dan mulai punya interested terhadap satu tokoh, kita bisa kepoin tuh gimana kehidupannya, dalam arti kita cari tau apa aja yang udah mereka lakukan sampe bisa sukses secara akademik, karir, dan lain-lainnya. Gimana mereka melakukannya, kenapa mereka melakukannya, kapan mereka melakukan itu semua, dan berapa banyak usaha yang udah mereka lakukan sampe saat ini mereka bisa dapetin semua itu.

So, beberapa hari belakangan ini gue coba sosoan ngeliat deep into their lives gitu, biar seenggaknya gue punya improvement buat diri sendiri.

Misalnya, saat gue merasa kagum dengan beberapa tokoh di Indonesia seperti B. J. Habibie atau SBY.

Tentang Habibie udah pada tau kan yaa seberapa besar kontribusi beliau untuk negeri ini, bahkan kita semua hampir tau perjuangan study abroadnya beliau di Jerman.

Belum lagi dengan SBY yang selepas jadi Presiden RI pun beliau masih aktif ngisi perkuliahan di beberapa University of the world. Bahkan baru-baru ini beliau resmi mendirikan sebuah institut pendidikan.

Oia, sama belakangan ini gue dibuat terpukau gitu sama salah satu Presiden EuroAsia alias Turki, yang disebut-sebut sebagai orang paling berpengaruh dan punya kekuatan. Yapss beliau adalah Recep Tayyip Erdogan atau yang dikenal dengan Erdogan. Maa sha Allah Tabarakallah semoga Allah melindungi para pemimpin seperti mereka.

So amazing banget kan yaa ketiga bapak kita ini, padahal usia mereka ga muda lagi loh, tapi gue yakin kalau kesuksesan mereka itu engga sama sekali ujug-ujug ada, semua itu mereka bangun sejak mereka masih muda, dan ternyata setelah sekilas gue baca biografi dan nonton wawancara salah satu stasiun tv swasta dengan mereka, ternyata tuh emang ditemukan betapa usaha mereka sangat keras dan mereka juga punya role modelnya masing-masing.

Kaya pak Habibie misalnya, beliau bilang kalau menjalani hidup dengan meniru pola kehidupan Rasulullah SAW itu adalah yang terbaik.

Sedangkan pak SBY cerita, bahwa semakin kita hampir mencapai kesuksesan ternyata cobaannya makin berat, ibarat pohon yang tumbuh keatas, makin tinggi pohon itu tumbuh dan makin kenceng juga angin yang menggoyahkannya, jadi semua itu tergantung kita dan kembali lagi pada kita. Mau jadi orang yang lemah, atau mau jadi orang yang kuat?

Eh tapi btw bicara soal cobaan, ujian, atau hal-hal yang semacamnya. Gue baru menyadari ternyata ketiga tokoh ini atau mungkin masih banyak lagi tokoh-tokoh yang sukses secara akademik, karir, dan lainnya mereka hidup dalam sebuah keluarga yang full support loh.

Yang paling terlihat adalah bagaimana ada peran seorang istri atau ibu yang mendampingi mereka, mensupport mereka, dan memberikan cinta kasih yang ga pernah abis buat mereka, dan ga sampe disitu juga, ternyata peran ini ga berat sebelah, dalam arti bukan cuma istri atau ibunya aja yang mendukung, tapi juga terlihat dari bagaimana para bapak ini memuliakan perempuan-perempuan dalam hidupnya yaitu istri dan ibunya hingga pada akhirnya mereka bisa menghadapi berbagai tantangan yang ada.

So teman-teman, semoga kita termasuk orang-orang yang bisa memberikan kontribusi yang baik buat orang-orang terdekat kita yaa, jika kita belum bisa menjadi orang yang sukses seperti mereka, semoga kita bisa jadi orang yang bisa mendukung orang-orang terdekat kita supaya mereka bisa mencapai kesuksesannya.