Jejak Anak Rantau #52: Doa dalam Pertemuan

Ada kalimat sederhana yang biasanya terucap dari orang-orang yang baru pertama kali bertemu, atau dari orang-orang yang telah lama tak bertemu.

Seperti malam tadi, dalam sebuah perjalanan dari Jakarta menuju Bandung. Aku bertemu dengan seorang teman semasa SMK. Aku berhasil mengenalinya lebih dulu tapi mungkin dia tidak mengenalku dengan baik. Aku menyapanya, dan dia menyambut sapaanku dengan ramah.

Dari sedikit obrolan singkat kami, terselip ucapan berbentuk doa darinya untukku. Ucapan itu berkali-kali ia ucapkan padaku dengan intonasi yang tegas, sambil menjabat erat tanganku.

semoga sehat selalu ya Nna yaa, Semoga sehat selalu. Sukses terus”

Itulah sebaris kalimat yang terucap sederhana namun maknanya lebih dari sekadar sederhana. Biasanya, kalimat seperti itu selalu aku abaikan. Atau bahkan meng-aamiin-inya pun tak pernah sepenuh hati. Padahal, boleh jadi segala bentuk kebaikan dan kenikmatan yang kita rasakan adalah buah dari doa mereka yang kita abaikan ucapan-ucapannya.

Aku selalu merasa, bahwa setiap perjalanan yang pada akhirnya mempertemukanku dengan orang-orang baru, atau dengan yang bukan orang-orang baru namun telah lama tak bertemu, akan selalu menjadi pengalaman penting dalam jejak perjalananku.

STYLECASTER _ 23 Winter Candles So Pretty You Won't Care What They Smell Like

Picture: Pinterest

Ada makna yang kembali tergali dari pertemuan itu. Ada pelajaran yang tak jarang menyadarkanku, bahwa setiap manusia akan selalu beralih posisi, namun sayang, peralihan posisi, pergantian keadaan, dan segala bentuk perubahan yang terjadi dalam hidup kita lebih sering membuat kita lupa, bahwa semua yang terjadi bukan hanya terjadi atas usaha yang kita lakukan. Akan tetapi ada campur tangan orang lain dalam bentuk doa tulus mereka untuk kita.

Mungkin kita lebih sering meremehkan ucapan seseorang ketika mereka mendoakan kesehatan untuk kita. Menganggap basa-basi ketika ada seseorang yang menanyakan kabar saat kembali bertemu dengan kita. Dan mungkin kita lebih sering menganggapnya tak serius ketika ada orang dengan tulus mengulurkan bantuannya untuk meringankan beban kita.

Mungkin, itulah mengapa bahwa seharusnya kita lebih banyak berdialog dengan-Nya. Bukan hanya berdialog di saat keadaan terburuk menghampiri hidup ini, namun juga berdialog saat ujian kebahagiaan menyapa perjalanan kita. Bukan untuk memenuhi kewajiban kita sebagai seorang hamba yang beribadah pada-Nya, akan tetapi untuk meluluhkan jiwa kita yang terkadang mengeras seperti karang, supaya mudah kita temukan makna dalam setiap peristiwa.

Selamat menemukan makna, teman-teman.

 

Salam,

el

Leave a comment