Jejak Anak Rantau #45: Mengkritisi Hujan

Di tempatmu, sudah turun hujan? Alhamdulillah, sore hari ini hujan telah membasahi lagi ibu kota. Bahagia rasanya, karena bisa kembali menikmati hujan. Terlebih lagi, sepertinya hujan kali ini adalah hujan yang dirindukan oleh semua pihak yang telah mengalami krisis air sepanjang musim kemarau kemarin. Melihat dan membaca di beberapa surat kabar pun, rasanya cukup memprihatinkan ketika beberapa orang di antara kita harus mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan air bersih.

Padahal, air adalah produk Allah yang langsung DIA turunkan untuk kebutuhan seluruh makhluk hidup di dunia ini secara gratis. Untuk makan, minum, mandi, dan berbagai aktivitas lainnya yang membutuhkan air. Tetapi sayangnya, produk gratis tersebut tidak lagi menjadi gratis ketika telah sampai ke tangan manusia, apalagi jika sifatnya langka.

By the way, apa sih yang sering teman-teman lakukan di kala hujan turun? katanya, aktivitas yang paling nyaman dilakukan saat hujan turun ialah menikmati semangkuk mie instant lengkap dengan toping cabai yang menambah sensasi pedas di mulut, atau katanya, aktivitas lain yang tak kalah nyaman dilakukan ketika turunnya hujan ialah beristirahat di atas sebuah kasur lengkap dengan selimut untuk menghangatkan badan.

A picture of Big Ben I took on a rainy afternoon on the London Eye a couple of years back.png

Picture: Pinterest

Hmm benarkah? iya sih, tapi faktanya ternyata ada hal yang lebih penting dari sekadar makan mie instant atau tidur di kala hujan. Apakah itu? ketika kita melangitkan do’a terbaik kita kepada-Nya. Karena, hujan telah menjadi salah satu waktu yang baik bagi kita untuk melakukan aktivitas tersebut.

Namun sayang sekali, meski faktanya demikian masih ada di antara kita yang selalu mengkritisi datangnya hujan. Terlebih hal itu kita lakukan ketika kita memiliki suatu agenda penting yang sudah direncanakan sebelumnya. Seperti hang out dengan teman, menghadiri pesta pernikahan, atau kegiatan-kegiatan lainnya yang mengharuskan kita untuk beraktivitas di luar ruangan.

Tak sadar mungkin, kita sendiri pun pernah melakukannya. Ketika tetesan air pertama dari langit turun, alih-alih mengucapkan kalimat “Allohumma Shoyyiban nafi’an”, kita malah mengucapkan kalimat-kalimat keluhan seperti, “yah kenapa hujan, kan mau pergi ke sana”, atau “yah kenapa hujan, jalanan becek pasti deh jadi macet”, atau kalimat-kalimat keluhan lainnya yang sebenarnya tidak seharusnya kita ucapkan.

Mungkin, kita pun tak pernah menyadari bahwa di luar sana ada banyak pihak yang merindukan datangnya hujan. Bagi mereka yang sedang mengalami krisis air bersih, hujan tidak hanya sekadar air yang membasahi tanah-tanah kering, tetapi juga hujan bisa menyelematkan hidup mereka dari ketergantungan terhadap air yang tak layak. Hujan juga menjadi momen yang ditunggu bagi mereka yang menjadi korban kebakaran hutan.

Mungkin, kita pun tak pernah menyadari, bahwa ketika kita menganggap hujan telah mengganggu aktivitas kita, kemudian kita mengeluhkan kehadirannya, bukankah sebenarnya pada saat itu kita sedang menggugat Allah? hiks, 😥 siapa kita? berani-beraninya menggugat DIA.

Jangan salahkan datangnya hujan, jangan kritisi kehadirannya. Karena sebenarnya ada banyak yang bisa kita lakukan di saat hujan turun. Saling melangitkan do’a, berkontemplasi dengan diri sendiri, menulis, mencari ide, membuat sebuah karya, adalah beberapa aktivitas menyenangkan yang bisa kita lakukan di saat hujan turun.

So, sudahkah hujan turun di kotamu? jika sudah, kutitipkan do’a padamu, mohon langitkan pada-Nya bersama do’a-do’a terbaikmu yang lain.

Selamat menikmati weekend, selamat menyambut datangnya hujan. Berbahagialah!

Salam,

el

Leave a comment