Jum’at minggu lalu, alhamdulillah aku mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan Leadership Training yang diselenggarakan oleh organisasi keagamaan di tempat aku bekerja. Acaranya berlangsung selama 2D1N di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Pada kegiatan tersebut ada banyak materi yang diberikan kepada seluruh peserta sebagai pembekalan bagi para calon kader-kader kepemimpinan di masa mendatang, salah satu materi yang disajikannya yaitu soal mindset atau yang lebih dikenal dengan pola pikir.
Kira-kira, apa yang terlintas di benak teman-teman ketika mendengar atau membaca kata “mindset“? Kalau aku, pikiran dan persepsiku ketika mendengar atau membaca tentangnya seketika langsung mengarah pada pemahaman kita dalam memandang atau menilai segala sesuatu.
Ya, benar. Rasanya mindset yang aku maksud cukup berhubungan dengan pembahasan Jera’s Project ke 42 yang bisa teman-teman baca di sini. Tapi pada chapter ini, aku hanya akan membahas soal mindset berdasarkan pengetahuan yang telah aku dapatkan selama mengikuti Leadership Training minggu lalu. So, let’s begin..
Bapak Muhsinin Fauzi, seorang pengisi materi di hari pertama training menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi mindset kita, faktor tersebut di antaranya yaitu informasi, ilmu, ideologi, budaya, latar belakang, hingga nilai pribadi dalam diri kita yang terkadang tidak bisa terukur objektivitasnya pun bisa mempengaruhi mindest kita.
Jadi, baik buruknya mindest yang kita miliki sangat bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Contoh, dari faktor yang pertama yaitu informasi. Jika seorang individu mendapatkan informasi yang baik tentang suatu hal, maka mindset yang hadir adalah mindset yang baik, tetapi jika informasi yang individu terima adalah informasi yang buruk, maka mindset yang hadir pun akan menjadi buruk.
Hmm, kira-kira menurut teman-teman bagaimana kondisi informasi yang teman-teman terima saat ini? sudah baik? atau justru malah banyak informasi yang mengandung hoax?
Sebagai seorang manusia yang diberi akal untuk berpikir, sudah semestinya bagi kita untuk bisa menerapkan filter dalam diri terhadap berbagai informasi yang mengelilingi kita. Karena jika sistem filter tersebut telah tertanam baik dalam diri kita, maka faktor yang pertama di atas tidak akan lagi menjadi sebuah faktor utama yang mempengaruhi mindset kita. Itulah mengapa ada pihak yang tetap memiliki mindset baik meskipun informasi yang diterima adalah informasi yang buruk.
Kita coba cek yuk, sudahkah kita memiliki filter yang baik untuk memproses informasi yang masuk dalam diri kita?
Kasus yang mudah ditemukan dalam pembentukan mindset sendiri biasanya terjadi ketika kita melakukan penjelajahan pada media sosial seperti Instagram. Di dalamnya, akan banyak ditemukan ragam cerita kehidupan dari mulai orang-orang yang kita kenal sampai yang tidak kita kenal. Hampir semuanya membagikan momen, aktivitas, kebahagiaan sampai kesedihan ke dalam sebuah mini story.
Tak jarang, dari apa yang kita lihat otomatis merangsang otak kita untuk berpersepsi tentangnya. Menganggap apa yang tersaji di depan matanya sebagai informasi yang faktual. Contohnya ketika kita melihat sebuah akun memberitakan seorang anak mendurhakai orang tuanya, lantas kita percaya dengan berita tersebut. Kemudian tanpa memastikan kebenarannya lagi, dengan lantang kita menghakiminya. Sehingga sampailah mindset yang tertanam di otak kita tentang anak tersebut sebagai anak yang durhaka.
Padahal, jika kita bersedia memberikan sedikit saja ruang bagi otak kita untuk kembali mencari kebenarannya, mungkin akan ditemukan fakta yang berbeda bahwa video yang dilihat sebelumnya adalah sebuah iklan yang sengaja dibuat dengan maksud ingin menyampaikan pesan moral kepada seluruh anak agar mereka lebih menghargai dan menyayangi orang tuanya.
Begitu pun dengan ragam informasi lainnya yang tersaji pada layar segenggaman tangan kita. Apa yang kita lihat, apa yang kita persepsikan, akan selalu menentukan mindset seperti apa yang akan tercipta. Oleh karenanya, akan lebih baik apabila sebelum mempersepsikan segala hal, kita aktifkan terlebih dulu tombol filter yang ada dalam diri kita.
Karena, bukankah persepsi yang kita tunjukan akan selalu mencerminkan siapa dan bagaimana diri kita?
Salam,
el