Happy Universal Children’s Day! Yaps, jadi hari ini adalah sebuah perayaan Hari Anak Sedunia. Meskipun saya bukan lagi anak-anak tapi ijinkan saya untuk mengucapkan “Selamat” kepada seluruh anak-anak di dunia ini. Dan sebagai seorang pemudi yang telah pensiun dari masa anak-anak, tentu ada banyak hal yang terkadang membuat saya rindu dengan masa-masa itu, rasa-rasanya masalah terberat yang harus saya hadapi di masa itu hanyalah masalah ketika nggak bisa ngerjain PR Matematika, atau kecemasan terbesar saat itu hanyalah ketika Mamah marah karena mendapati anaknya jajan es teh kemasan. Bermain dan bermain, jika pun belajar pasti ujung-ujungnya belajar sambil main. Jauh sekali dari pikiran-pikiran “bagaimana caranya uang beberapa ratus ribu rupiah harus cukup untuk 1 bulan”, apalagi sampai harus memikirkan tentang deadline pekerjaan yang terkadang dirasa seperti mencekik.
Bagaimana dengan masa kecil kalian? berkesan bukan? InsyaAllah semoga setiap kita memiliki pengalaman masa kecil yang bisa menginspirasi ya.
By the way, sebenarnya melalui tulisan ini saya ingin mengajak teman-teman pembaca untuk melihat lebih jauh tentang kondisi anak-anak saat ini, khususnya anak-anak yang tumbuh dan bekembang dalam kondisi-kondisi sulit. Kondisi yang sebenarnya tidak seharusnya dirasakan atau dialami oleh mereka. Namun karena satu dan lain hal mereka terpaksa harus survive dalam kondisi tersebut sampai akhirnya mereka kehilangan hak-haknya menjadi seorang anak. Siapa saja contohnya? adalah anak-anak korban perang misalnya, saat ini mata, telinga dan hati kita tidak bisa terlepas dari pemberitaan media-media yang mengabarkan tentang konflik perang di tanah SYAM, sungguh nggak bisa di pungkiri bahwa sebagian besar yang menjadi korbannya adalah anak-anak. Terblokade dari berbagai kebebasan yang seharusnya mereka nikmati, bersekolah, bermain, menikmati quality time dengan keluarga, seolah semua itu punah dan telah menjadi moment yang langka bagi mereka. Belum lagi jika kita geser sedikit perhatian kita pada anak-anak yang menjadi korban perceraian orang-tua, padahal sebuah keharmonisan dalam keluarga sangat membantu seorang anak untuk melewati masa-masa sulit selama proses belajar (Seto Mulyadi, dkk, 2017). Belum lagi anak-anak korban sexual harassment, bullying dan masih banyak lagi. Rasa-rasanya masih banyak hak-hak anak yang belum terpenuhi.
Padahal, mereka adalah aset masa depan yang dengan sungguh-sungguh harus dilindungi, suatu kelompok yang berpotensi untuk membangun sebuah peradaban, juga sebuah harta yang tak ternilai harganya bagi masing-masing orang tuanya.
because children’s is the members who most vulnerable of our communities as human and we must protect them
Melindungi dan memenuhi berbagai kebutuhannya sampai memberikan apapun yang menjadi hak mereka adalah bagian dari tugas setiap orang. Loh, tapi kan mereka bukan keluarga gue, sepupu, apalagi anak! Iya, benar. Mungkin mereka bukan siapa-siapa bagi kita, mungkin anak-anak Gaza yang sedang ikut berjuang di medan tempur itu sama sekali tidak kita kenal, mungkin anak-anak yang menawarkan koran di persimpangan lampu merah itu bukan kerabat kita, dan mungkin mereka yang dengan suara lirih meminta tolong karena mengalami suatu kekerasan dari para orang tua yang tidak bertanggung jawab itu bukan sepupu kita, tapi bukankah mereka semua adalah saudara kita dalam kemanusiaan? yang juga berhak mendapat perlindungan dan perlakuan terbaik dari semua orang?
Banyak memang anak-anak yang hidup dalam keadaan lebih baik saat ini, mereka yang berasal dari keluarga berkecukupan, baik materi maupun kasih sayang keluarga dan lingkungannya seakan tidak pernah hilang. Tapi penglihatan kita juga tidak pernah bisa terlepas dari pemandangan anak-anak yang dengan kerelaannya melepas masa-masa bahagia mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, putus sekolah dan memilih memanggul kayu untuk dijual ke kota, atau kehilangan waktu tidurnya demi membuat adonan kue agar ketika berangkat sekolah kue-kue tersebut bisa dibawa untuk ditawarkan kepada teman-teman di sekolah. Ah, lupakan soal perasaan malu akan ejekan teman-teman di sekolah saat mereka menawarkan dagangannya di sela-sela jam istirahat.
***
Belum lagi jika kita alihkan pandangan kita pada kondisi anak-anak Gaza, rasa-rasanya kita malu karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk kebaikan mereka. Sebuah artikel yang diterbitkan sekitar tahun 2017 (klik disini) menuliskan tentang kondisi anak-anak Gaza ketika mengalami kondisi perang. Salah satu hal yang tidak bisa dihindari adalah dampak psikologis yang mereka alami, bahkan beberapa diantara mereka mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD), merasakan ketakutan, kehilangan orang tua, saudara dan orang-orang yang mereka cintai, merasakan kecemasan sampai akhirnya timbul perilaku menarik diri dari lingkungan.
Symptoms of psychological trauma manifest themselves in children in a various number of way
-Doctor Samy Owaida, psychiatry consultant for children and adolescents-
Padahal anak-anak membutuhkan keamanan dalam bersosialisasi dengan lingkungan tempat mereka berkembang. Merasa aman ketika pergi ke sekolah, merasa aman ketika bermain dengan teman-teman diluar rumah, merasa aman ketika beribadah, merasa aman ketika mereka ingin melakukan semua apa-apa yang menjadi hak-hak mereka untuk melakukannya.
Mungkin teman-teman pembaca disini telah mengetahuinya bahwa manusia paling sempurna di muka bumi ini, laki-laki paling mulia yang selalu kita rindukan untuk berjumpa dengannya, ialah Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam, betapa ia selalu mencintai anak kecil, selalu memuliakannya dan memperlakukan setiap anak dengan penuh kasih sayang.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
“Tidak pernah aku melihat seorang pun yang paling penyayang kepada anak-anak daripada Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam, adalah Ibrahim putra beliau disusui disebuah perkampungan yang ada di Madinah. Suatu ketika beliau pergi menjenguk putranya dan kami ikut menyertai. Lalu beliau masuk ke rumah orang tua susu Ibrahim yang penuh dengan asap. Karena suami dari ibu susu Ibrahim adalah seorang pandai besi. Beliau pun mengambil putranya dan menciumnya. Setelah itu beliau kembali.” (HR. Muslim No. 2316).
See, betapa mulianya sikap beliau kepada anak-anak, semoga kita pun bisa mencontoh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam dalam berkasih sayang terhadap anak-anak.
So, what your hope for all children’s in the world?