Sekitar bulan Februari 2016 lalu, saya pernah mendapat sebuah kesempatan untuk mengikuti seminar Psikologi yang diadakan oleh salah satu organisasi Psikologi Indonesia, acaranya terjadwal selama beberapa pekan. Karena lokasinya diadakan di Kota Bandung, akhirnya acara tersebut membuat saya harus bolak balik Bandung Jakarta selama beberapa kali dalam satu bulan.
Seperti biasa, dalam rangka mencintai diri sendiri saya memilih train sebagai sarana transportasi perjalanan. Selain karena nyaman, dengan menggunakannya akan membuat saya terhindar dari kemacetan jalan tol yang terkadang membuat mood jadi jelek dan merasa cepat lelah ketika keesokan harinya harus mengikuti kelas seminar.
Dan Yeah! melakukan perjalanan menggunakan train memang selalu memberikan kesan yang menarik untuk saya, Alhamdulillah tidak pernah ada pengalaman buruk dalam perjalanan. Seperti siang itu ketika saya bertemu dengan seorang pria asal Austria di dalam train menuju Bandung. Pria itu duduk tepat di samping saya.
Awalnya saya sangat awkward dan sedikit terganggu dengan keberadaannya, tetapi suasana mulai mencair ketika ia menawarkan sekotak Pokk* pada saya. “Oh bukan!” tentu bukan karena makanan yang ia tawarkan lalu suasana siang itu menjadi cair, tetapi karena pilihan sikap yang ia ambil sehingga membuat suasana menjadi lebih baik, hehe.
Berawal dari tawaran cemilannya pada saya, terbukalah obrolan dan perkenalan diantara kami berdua. Sedikit cerita tentangnya, sebut saja dia Reinhard (bukan nama asli). Reinhard adalah seorang Pria yang bekerja di salah satu organisasi PBB, usianya saat itu seperti terlihat tidak lebih dari 32 tahun. Kunjungannya ke Jakarta tiada lain adalah dalam rangka kedinasan. Urusan pekerjaan sebenarnya sudah selesai di hari Jum’at siang itu, tetapi karena jadwal ia pulang ke Vienna masih beberapa hari lagi, akhirnya ia memutuskan untuk berlibur ke Bandung.
“this is my first time for visiting Bandung” begitu katanya
Hampir separuh perjalanan kami menghabiskan waktu dengan berbincang, dan di antara perbincangan kami yang menarik bagi saya adalah ketika dia menceritakan tentang Negaranya, hal itu berhasil membuat saya sangat antusias, bahkan karena tingginya rasa antusiasme yang dirasakan, membuat saya memilih untuk turun di stasiun yang lebih jauh supaya bisa mendengar banyak cerita tentang Vienna langsung darinya. haha!
Katanya:
“when people hear about Vienna they will remember about Mozart, music, philosophy and etc. They believe that the beautiful of life is only found in music, but in fact they don’t know that beauty can be found in the soul, and that is the first”
Reinhard, on train to Bandung 2016.
“Yup, the beauty can be found in the soul!” saya mengangguk tanpa ragu. Terkadang untuk merasakan suatu kebahagiaan kita selalu mencari sumber-sumber keindahan di luar diri kita. Menjadikan objek lain sebagai tempat untuk mencari nilai-nilai keindahan itu sendiri supaya kita lebih bahagia, padahal bila sejenak saja kita bersedia melirik ke dalam diri sendiri, keindahan dan kebahagiaan itu tidaklah jauh sumbernya, bahkan ia sangat dekat.
Karena keindahan dan kebahagiaan itu hanya tentang bagaimana kita menata hati kita, dalam bersikap juga berprasangka. Keindahan itu akan kita temukan saat kita bisa memandang bahwa segala sesuatu yang kita terima saat ini adalah bentuk sarana bagi kita dalam mencapai kebahagiaan yang abadi, tetap mensyukuri dan berprasangka baik tanpa mempedulikan apakah sesuatu yang kita terima itu hal yang disukai atau tidak.
Sama halnya ketika kita merasa rapuh dan sulit, bukankah akan terasa lebih indah apabila kita tetap berprasangka baik pada Yang Maha Memberi tanpa menuntut keadaannya menjadi seperti yang kita inginkan?
Semoga mulai sekarang kita semua bisa lebih memprioritaskan keindahan hati kita dengan berbagai prasangka baik terhadap semua hal.
Salam,
el