Adakah yang menyadari bahwa ternyata dalam hitungan hari kita akan segera memasuki bulan suci Ramadan? Waktu berjalan terasa semakin cepat bukan? rasanya baru kemarin kita merayakan Idul Fitri, rasanya baru kemarin kita menutup tahun masehi, rasanya baru kemarin kita melakukan ini dan itu. Astaghfirullah, salah satu pertanda akhir zaman nyata di hadapan kita.
Oya, insyaAllah Ramadan ini adalah Ramadan ke delapanku di tanah rantau. Bagaimana rasanya? hmm, tak ada yang berbeda. Semua sama, meski selalu menikmati santap sahur dan iftar tanpa keluarga, tapi ada teman-teman baru yang rasanya seperti keluarga. Alhamdulillah.
By the way bicara tentang momen awal bulan Ramadan, aku pernah mengalami suasana yang sangat berbeda, yaitu ketika berada di tahun ketiga usia perantauan. Kenapa? karena malam pertama tarawih di tahun tersebut adalah malam pertamaku pindah dari rumah kost yang lama ke rumah kost yang baru, seiring dengan perpindahan dinasku dari kantor cabang ke kantor pusat.
Awalnya aku menemukan banyak kendala yang memberatkan ketika harus memutuskan untuk pindah, mulai dari rumah kostnya yang terlihat sangat tua dan mulai rapuh, lingkungannya yang sepi, sistem sharing pada pantry dan bathroomnya, sampai kondisi ibu kostnya adalah seorang non muslim. Semua kendala semakin membuatku takut ketika pada kenyataannya bulan Ramadan telah di depan mata. Aku membayangkan kesulitan-kesulitan yang akan muncul, sulitnya memasak makanan untuk sahur dengan satu pantry yang digunakan oleh tujuh anak kost, belum lagi mempertanyakan apakah tidak masalah bagi ibu kostnya yang seorang non muslim jika aku beraktivitas di waktu dini hari?
Rasanya nilai plus dari rumah kost baruku saat itu hanyalah jarak menuju kampus menjadi lebih dekat. Selebihnya, nothing.
Aku pernah mencari rumah kost lainnya yang lebih nyaman dan available namun ternyata belum berjodoh dengan alasan selalu full booked. Akhirnya dengan berat hati aku berusaha keras menerima ketetapan yang ada.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
Al-Baqarah;216
Di hari sebelumnya aku telah menyiapkan diri bahwa mungkin saja aku akan mengalami “culture shock lagi?” But you know what? all my prejudice is wrong! Benar kata pepatah, bahwa kita tidak boleh menilai segala sesuatu hanya berdasarkan apa yang terlihat di depan mata. “don’t judge book by cover” dan juga benar adanya bahwa “prasangka adalah pembicara paling dusta” apalagi jika prasangka-prasangka tersebut tidak berdasarkan pada sesuatu yang baik.
Seperti hari itu, yang membuktikan bahwa pada kenyataannya semua prasangka yang aku sangkakan sejak awal adalah sebuah kesalahan besar. Setelah melewati satu malam dan satu waktu sahur di rumah kost yang baru, aku seperti menemukan “rumah” tempat aku kembali pulang. Suasana hangat karena ada kebersamaan ketika makan sahur, bahkan ibu kostku yang seorang non muslim, yang pada awalnya aku sangka akan marah karena aktivitas memasak di waktu dini hari, ternyata tidak marah sama sekali. Justru beliau yang menjamu seluruh anak kost, beliau bahkan rela bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan bagi seluruh anak kost yang berpuasa. Maa Sya Allah
Lalu bagaimana dengan masalah tentang kondisi fisik rumah kost yang kamu keluhkan tua?
Entah kenapa, tiba-tiba kendala itu tidak menjadi suatu masalah yang berarti lagi bagiku. Kamarku saat itu mungkin memang tidak sebagus dan semewah saat pertama, tapi ada perasaan lebih hangat yang aku dapatkan di rumah kost yang baru. Kehidupan sosial antar teman yang semuanya adalah perempuan mungkin menjadi salah satu alasan rasa nyaman itu hadir menutup kekhawatiran akan culture shock yang selalu aku bayang-bayangkan sebelumnya. Dan mungkin benar, bahwa “rumah” yang nyaman bukanlah soal megah tidaknya bangunan, tapi tentang baik atau tidaknya hubungan sosial yang ada di dalamnya.
Kini momen itu telah berlalu bertahun-tahun, rumah tua ternyaman itu semakin hari semakin menua, ia tidak bisa lagi aku tempati sejak tiga Ramadan berlalu. Ibu kost yang sudah sangat sepuh memilih untuk menjualnya dengan alasan ingin memiliki rumah yang lebih tenang di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian ibu kota. Berjalan menuju kantor dengan melewati rumah tua itu, bagiku adalah sebuah pemandangan yang cukup berkesan, karena ada banyak cerita baik darinya.
Kini, Ramadanku yang ke delapan akan segera tiba. Semoga aku dan kalian bisa menyelesaikan setiap misi terbaiknya. Jadi, selamat mempersipkan segala sesuatunya yaa.
Salam,
el