Duniaku, Saat ini.

Hampir 3 bulan sudah aku menjalani kehidupan yang sungguh berbeda, tidak lagi mendiami tanah rantau, juga tidak lagi berkegiatan di luar rumah. Hampir semua pihak patuh dalam satu instruksi pemerintah, bahwa kita semua hanya diperbolehkan untuk tetap tinggal dan berkegiatan di dalam rumah.

Ada apa dengan duniaku kini? biar kuceritakan padamu melalui tulisan ini.

Tentang sebuah tamu yang hadir di bumi ini, tentang makhluk Allah yang dalam sekejap mengubah dunia tak ubahnya seperti kota mati di beberapa tempat.

Kehadirannya, rupanya membuat hampir semua orang terpenjara. Hanya beberapa profesi saja yang diijinkan untuk beraktifitas normal. Menunaikan tugasnya demi membantu sesama umat manusia yang sedang terdampak oleh karena hadirnya makhluk Allah di tengah-tengah kita semua.

Di antara kita, ada yang mengutuknya, ada yang mengabaikannya, ada pula yang memohon dengan segala kerendahan hatinya agar ia bersedia segera pergi dari bumi ini. Alasannya mudah, hanya agar kita semua bisa kembali beraktifitas normal. Anak-anak pergi bersekolah, para orang tua tenang berbelanja ke pasar, dan beberapa orang bebas pergi ke kantor atau sekadar menunaikan janji temu di sebuah tempat terbuka di luar sana.

Namun tetap saja, Tuhan akan selalu menghadirkan berbagai hikmah yang bisa kita nikmati di tengah-tengah keterbatasan ini. Kapan lagi aku bisa melihat satu keluarga yang utuh berkumpul dalam waktu yang lama. Beraktifitas sama-sama, menikmati waktu luang dengan kegiatan yang bisa menumbuhkan rasa kasih dan sayang antar anggota keluarga.

Kapan lagi aku bisa melihat seseorang dengan ringannya berbagi dengan sesama meski kenyaataannya kondisi dirinya sendiri pun sulit. Meski dirinya pernah dicaci maki atas keterbatasan fisiknya, namun dengan kondisi dunia saat ini justru dia menunjukan rasa kasih dan sayangnya dengan berbagi kepada orang yang membutuhkan, ia abaikan luka di hatinya yang pernah tergores karena ejekan dan cacian orang-orang.

Sungguh suatu hikmah yang menyejukan bagi siapa saja yang melihatnya.

Satu hal yang selalu bisa kita pelajari dari setiap tragedi yang hadir, bahwa Tuhan akan selalu mengirimkan hikmah dalam balutan kekecewaan.

Cuaca Hari ini

Jadi, beberapa hari ini cuaca di Jakarta agak nggak menentu, terkadang panas sampai mencapai suhu 30 derajat, besoknya bisa terasa dingin bahkan lebih dingin dari biasanya, belum ditambah tiupan angin yang sangat kencang membuat kesehatan sedikit berubah. Hari ini Jakarta hujan dan cukup terasa dingin sedangkan kemarin cuaca cukup panas sampai membuat kepala terasa pusing. Apa kabarnya cuaca di tempat kalian?

Sambil menunggu menu makan siang tersedia, seperti biasa jemari saya kembali berselancar melihat dunia luar melalui layar smartphone. Ternyata cuaca ekstrim tampaknya memang tidak hanya melanda kawasan Jakarta, namun di beberapa daerah juga cukup merasakan perubahan cuaca tersebut.

By the way, apa sih yang paling nyaman untuk kita nikmati di saat kondisi sedingin ini? membaca buku sambil duduk bersantai dengan menikmati segelas hot chocolate sepertinya bisa menjadi ide yang bagus. Atau menonton movie serial yang berlatar winter season ditemani semangkuk makanan berkuah pun rasanya paripurna, berada dalam ruangan yang hangat lengkap dengan hadirnya keluarga tersayang atau meski hanya ditemani hewan peliharaan pun tak kalah sempurna.

Hmm.. lalu bagaimana kabarnya saudara-saudara kita yang menikmati musim dingin dalam tenda pengungsian? mereka yang menjadi korban peperangan, mereka yang menjadi korban bencana alam, hidup dengan segala keterbatasan yang ada. Jangankan menikmati hot chocolate, mungkin sedikit teh hangat pun sulit mereka dapatkan. Jangankan selimut tebal, pakaian hangat untuk melindungi tubuh mereka pun mungkin sudah tak layak pakai.

Lagi-lagi, hidup ini ternyata memang tentang sebuah pelajaran. Dan pelajaran yang sangat berharga itu masih tentang sabar dan syukur, bagaimana kita bersabar menahan segala keinginan yang sebenarnya hanya menjadi pemuas nafsu belaka, kemudian kita paham bahwa fondasi sabar tersebut yang menguatkan rasa syukur dalam diri kita terhadap berbagai keadaan.

Guys, selamat berkarya di musim dingin ini. Jangan lupa langitkan do’a agar Allah SWT anugerahkan kesehatan untuk kita semua. Aamiin 🙂

Salam,

el

Menutup Tahun 2018

Tulisan ini adalah sebuah Review Materi dari Seminar yang dibawakan oleh Ust. Hanan Attaki, LC pada hari Sabtu, 29 Desember 2018 di Granada Ballroom, Menara 165. Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan untuk kita semua yaa, Aamiin
Happy Reading, dear’s..

Hallo, Assalamu’alaikum. Apa kabar teman-teman? semoga kebaikan dan keberkahan dari-Nya senantiasa membersamai kalian yaa, kapanpun dan dimanapun kalian berada. Aamiin.

By the way, karena tulisan ini akan menjadi tulisan yang terakhir di postingan saya tahun 2018, oleh karena itu untuk menutup tahun 2018 saya ingin menyajikan sesuatu yang semoga bermanfaat untuk teman-teman semua juga semoga menjadi sedikit bekal untuk menghadapi tahun yang baru, yaitu 2019. Baiklah tanpa berpanjang-panjang lagi, yuk dimulai.

Adakah diantara teman-teman yang belum mengenal Ust. Hanan Attaki, LC? Saya rasa hampir semua teman-teman pasti sudah mengenalnya lah yaa, hehe. Ceritanya kemarin (Sabtu, 29 Desember 2018) untuk pertama kalinya saya mengikuti seminar Nasional yang dibawakan oleh beliau, dan Alhamdulillah di kali pertama tersebut kesan yang saya dapatkan amat sangat baik, jadi saya ingin membagikan tentang apa saja yang saya dapatkan selama seminar berlangsung. Oya, beliau saat itu membawakan sebuah materi yang berjudul “Dear Haters, gimana biar dibela Allah pas lagi dijutekin?”.

O..Ooww adakah diantara teman-teman yang juga pernah mengalaminya? atau bahkan mungkin saat ini sedang mengalaminya? ketika teman-teman bermaksud membagikan konten positif di akun instagram tapi malah mendapatkan komentar hate speech dari haters?

tenang, karena ternyata teman-teman nggak sendirian. kenapa? karena memang pada dasarnya setiap manusia akan selalu memiliki haters. Bahkan apabila kita melihat pada kisah orang-orang Soleh terdahulu pun mereka memiliki haters. Masih ingat dengan kisah Rasulullah SAW yang pernah dilempari kotoran ketika beliau sedang menyampaikan dakwah? yap, dan itulah salah satu contohnya kawan. Sekelas Rasulullah SAW pun punya haters, apalagi kita yang faktanya emang punya banyak kesalahan.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, fenomena haters sendiri sebenarnya semakin terlihat ke permukaan ketika diantara kita semua sudah semakin mengenal dunia social media yang merupakan wadah bagi siapa saja dalam menuangkan ekspresinya. Nggak sedikit diantara kita yang melihat bahwa bullying juga sering terjadi melalui social media. Kebebasan berekspresi seolah-olah menjadi sebuah kebebasan yang memperbolehkan penggunanya untuk menuliskan kata-kata yang tak ber-etika. Body shaming, ejekan, cibiran, dan komentar-komentar negatif lainnya yang terkadang menjadi hal yang wajar bagi para haters, niatnya mungkin bercanda tapi apa daya candaannya malah over sehingga membuat si pembaca merasa nggak nyaman.

Hmm tapi by the way yang terpenting saat kita bicara soal haters berarti kita juga bicara tentang Bagaimana cara menghadapinya, dan yang harus kita ingat bahwa setiap perilaku dan perbuatan yang kita lakukan akan selalu dipandang beragam oleh orang-orang di sekeliling kita. Contoh ketika teman-teman ingin membagikan sebuah konten dalam sebuah social media, toh akan selalu dipandang dengan sudut pandang yang berbeda. Mereka yang senantiasa berpikir positif tentu akan menilai bahwa konten tersebut bermanfaat, sementara bagi mereka yang berpikir negatif akan selalu menemukan celah keburukan dari konten yang kita bagikan. So, apapun yang terjadi tetaplah bersemangat dalam membuat dan membagikan konten yang positif yaa wahai teman-teman!

Mengutip dari kisah Ust. Hanan Attaki sendiri, ketika beliau membagikan sebuah konten yang berisi murotal dalam sebuah social media. Ternyata tidak semua followersnya menganggap bahwa konten tersebut adalah sebuah media dakwah dalam menyampaikan kebaikan, sebagian followersnya tidak memandang bahwa konten tersebut bisa menjadi sebuah inspirasi bagi anak mudah untuk terus bertilawah, tapi ada juga yang menganggap bahwa konten yang beliau bagikan tersebut adalah sebentuk perilaku pamer.

Lalu, bagaimana sikap kita dalam menghadapi sikap para haters yang demikian?

Ada banyak kisah terdahulu yang bisa kita jadikan rujukan dalam menghadapi sikap para haters, salah satu yang cukup menggugah saya adalah tentang kisah dari Nabi Yusuf Alaihissalam, bagaimana ketika beliau dibenci oleh saudaranya sendiri, dibuang kedalam sumur, dibiarkan menjadi budak, dan di fitnah namun beliau tetap sabar dan yakin bahwa Allah SWT akan selalu melindungi.

Pict from NYN

Dan ya, sabar! Sabar adalah sebuah kata kunci yang cukup simple namun pada kenyataannya sulit untuk di implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang memang ketika diantara kita telah menyusun niat baik untuk membagikan sebuah konten dalam social media, tiba-tiba niat tersebut runtuh karena komentar haters terhadap kita. Sehingga pada akhirnya kita kehilangan semangat untuk membagikan konten yang bermanfaat atau bahkan yang paling parah adalah kita ikut terpancing dalam amarah yang disebabkan oleh komentar-komentar negatif dari para haters. Na’udzubillahimindzalik. Semoga kita semua senantiasa diberi kesabaran dan perlindungan oleh Allah SWT dari berbagai pengaruh buruk di sekeliling kita ya dear’s.

“karena dengan bersabar akan selalu kita temukan hikmah,
dan dengan hikmah akan kita dapatkan rahmat dari-Nya.
dan Bersabarlah terhadap segala sesuatu yang belum kita ketahui”
–Ust. Hanan Attaki-

So, di tahun yang baru semoga kita semua semakin gigih dan sabar dalam membagikan konten-konten positif yaa, supaya bisa menjadi amal jariyah dan yuks! kita sama-sama luruskan niat bahwa segala sesuatu yang kita share, adalah bagian dari rutinitas kita dalam mencapai ridho-Nya.

Thank you, next *ala gitasav, tetep*

Salam,

El

Happy Mother’s Day

“Tulisan ini saya rangkai dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung, spesial untuk Mamah yang sedang menunggu kedatangan saya”

Pagi ini setiba di stasiun saya melihat keramaian yang nggak biasanya. Terlihat banyak orang yang hendak melakukan perjalanan, sepertinya mereka akan mengisi libur panjang selama beberapa hari kedepan. Oya, diantara keramaian itu, saya menemukan pemandangan yang lebih menarik dari sekedar kerlap kerlip hiasan pohon Natal dan ucapan selamat tahun baru, yaitu pemandangan orang-orang yang memancarkan kebahagiaan. Saya berasumsi mungkin raut wajah itu adalah bukti kebahagiaan dari mereka yang akan pulang ke rumah, yang akan bertemu dan berkumpul dengan keluarga, yang tak sabar ingin segera mencicipi masakan ibu, yang resah ingin segera berlarian di tepian sawah, atau melakukan hal lain yang hanya bisa dilakukan ketika sedang berada di kampung halaman. Dan ya, singkatnya tadi pagi di stasiun saya melihat banyak sekali orang yang berbahagia.

Sambil menunggu kedatangan Train seperti biasa saya mulai berselancar ke dunia maya, bukan karena bosan dengan keadaan sekitar tapi karena ingin memberikan sedikit reward kepada diri sendiri yang telah berhasil melawan suatu kemalasan di pagi ini, dan keberhasilan itu adalah “bangun lebih pagi dari hari sebelumnya“, ehm yaaa walaupun alasan bangun paginya karena untuk mengejar jadwal keberangkatan train Jkt-Bdg, hehe apalagi hari ini adalah peringatan hari ibu, tentu menjadi hal yang beda bukan! Rasanya saya ingin dalam sekejap mata berada di rumah, merasakan dinginnya suhu di dalam rumah sambil mendengar cerita Mamah selama saya tidak berada di rumah.

Me and Mom 😀

Semenjak hidup jauh dari keluarga, momentum seperti ini terasa sangat berbeda bagi saya. Kenapa? Karena secara tidak langsung keberadaannya memberikan sebentuk reminder bagi saya tentang arti kehadiran seorang ibu. Semua memang terlihat simple, hidup jauh dari keluarga, selama masih punya teman yang bisa di ajak mengisi hari-hari rasanya tak akan berujung homesick, fuihh.. tapi nyatanya tidak seperti itu kawan! Ibu tetaplah sungguh tak tergantikan. Karena meskipun banyak orang lain yang menemani keseharian saya di tanah rantau, faktanya ketika aktivitas di hari itu telah usai dan saya kembali merebahkan tubuh diatas kasur, tetep, yang terbayang adalah orang tua, kemudian setelah itu? mengalir deh air mata sampai ke pipi, haha dan akhirnya homesick juga.

Eh tapi itu pengalaman saya loh, semoga kalian nggak begitu yah :”)

By the way, buat kalian seberapa besarkah makna hari ibu? Buatku, hari ini terasa lebih spesial, karena untuk kali pertamanya selama hidup di perantauan, bisa pulang ke rumah pas momentumnya sedang perayaan hari ibu. Biasanya di tahun-tahun sebelumnya, hari ibu selalu bertepatan dengan hari kerja, alhasil saya tidak bisa berada langsung di dekat Mamah. Oleh karena itu tahun ini bagi saya menjadi istimewa karena bisa secara langsung berada di dekat mamah, “yaa meskipun kasih sayang dan ungkapan sayang itu bisa dilakukan setiap hari tanpa harus menunggu momentum annual celebration seperti ini bukan!”

Apa kabarnya Ibu, Bunda, Ummi atau Mamah kalian?

Sampaikan salam saya untuk mereka yaa. Dan sampaikan ucapan selamat untuk mereka, karena telah berhasil melahirkan generasi-generasi terbaik seperti kalian. Semoga Mamahku dan mamah-mamah kalian, diberikan kemuliaan oleh Allah SWT. Aamiin

Salam,

el

Universal Children’s Day

Happy Universal Children’s Day! Yaps, jadi hari ini adalah sebuah perayaan Hari Anak Sedunia. Meskipun saya bukan lagi anak-anak tapi ijinkan saya untuk mengucapkan “Selamat” kepada seluruh anak-anak di dunia ini. Dan sebagai seorang pemudi yang telah pensiun dari masa anak-anak, tentu ada banyak hal yang terkadang membuat saya rindu dengan masa-masa itu, rasa-rasanya masalah terberat yang harus saya hadapi di masa itu hanyalah masalah ketika nggak bisa ngerjain PR Matematika, atau kecemasan terbesar saat itu hanyalah ketika Mamah marah karena mendapati anaknya jajan es teh kemasan. Bermain dan bermain, jika pun belajar pasti ujung-ujungnya belajar sambil main. Jauh sekali dari pikiran-pikiran “bagaimana caranya uang beberapa ratus ribu rupiah harus cukup untuk 1 bulan”, apalagi sampai harus memikirkan tentang deadline pekerjaan yang terkadang dirasa seperti mencekik.

Bagaimana dengan masa kecil kalian? berkesan bukan? InsyaAllah semoga setiap kita memiliki pengalaman masa kecil yang bisa menginspirasi ya.

By the way, sebenarnya melalui tulisan ini saya ingin mengajak teman-teman pembaca untuk melihat lebih jauh tentang kondisi anak-anak saat ini, khususnya anak-anak yang tumbuh dan bekembang dalam kondisi-kondisi sulit. Kondisi yang sebenarnya tidak seharusnya dirasakan atau dialami oleh mereka. Namun karena satu dan lain hal mereka terpaksa harus survive dalam kondisi tersebut sampai akhirnya mereka kehilangan hak-haknya menjadi seorang anak. Siapa saja contohnya? adalah anak-anak korban perang misalnya, saat ini mata, telinga dan hati kita tidak bisa terlepas dari pemberitaan media-media yang mengabarkan tentang konflik perang di tanah SYAM, sungguh nggak bisa di pungkiri bahwa sebagian besar yang menjadi korbannya adalah anak-anak. Terblokade dari berbagai kebebasan yang seharusnya mereka nikmati, bersekolah, bermain, menikmati quality time dengan keluarga, seolah semua itu punah dan telah menjadi moment yang langka bagi mereka. Belum lagi jika kita geser sedikit perhatian kita pada anak-anak yang menjadi korban perceraian orang-tua, padahal sebuah keharmonisan dalam keluarga sangat membantu seorang anak untuk melewati masa-masa sulit selama proses belajar (Seto Mulyadi, dkk, 2017). Belum lagi anak-anak korban sexual harassment, bullying dan masih banyak lagi. Rasa-rasanya masih banyak hak-hak anak yang belum terpenuhi.

Padahal, mereka adalah aset masa depan yang dengan sungguh-sungguh harus dilindungi, suatu kelompok yang berpotensi untuk membangun sebuah peradaban, juga sebuah harta yang tak ternilai harganya bagi masing-masing orang tuanya.

WhatsApp Image 2018-11-14 at 1.44.25 PM

Picture Sources: Pinterest

because children’s is the members who most vulnerable of our communities as human and we must protect them

Melindungi dan memenuhi berbagai kebutuhannya sampai memberikan apapun yang menjadi hak mereka adalah bagian dari tugas setiap orang. Loh, tapi kan mereka bukan keluarga gue, sepupu, apalagi anak! Iya, benar. Mungkin mereka bukan siapa-siapa bagi kita, mungkin anak-anak Gaza yang sedang ikut berjuang di medan tempur itu sama sekali tidak kita kenal, mungkin anak-anak yang menawarkan koran di persimpangan lampu merah itu bukan kerabat kita, dan mungkin mereka yang dengan suara lirih meminta tolong karena mengalami suatu kekerasan dari para orang tua yang tidak bertanggung jawab itu bukan sepupu kita, tapi bukankah mereka semua adalah saudara kita dalam kemanusiaan? yang juga berhak mendapat perlindungan dan perlakuan terbaik dari semua orang?

Banyak memang anak-anak yang hidup dalam keadaan lebih baik saat ini, mereka yang berasal dari keluarga berkecukupan, baik materi maupun kasih sayang keluarga dan lingkungannya seakan tidak pernah hilang. Tapi penglihatan kita juga tidak pernah bisa terlepas dari  pemandangan anak-anak yang dengan kerelaannya melepas masa-masa bahagia mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, putus sekolah dan memilih memanggul kayu untuk dijual ke kota, atau kehilangan waktu tidurnya demi membuat adonan kue agar ketika berangkat sekolah kue-kue tersebut bisa dibawa  untuk ditawarkan kepada teman-teman di sekolah. Ah, lupakan soal perasaan malu akan ejekan teman-teman di sekolah saat mereka menawarkan dagangannya di sela-sela jam istirahat.

***

Belum lagi jika kita alihkan pandangan kita pada kondisi anak-anak Gaza, rasa-rasanya kita malu karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk kebaikan mereka. Sebuah artikel yang diterbitkan sekitar tahun 2017 (klik disini) menuliskan tentang kondisi anak-anak Gaza ketika mengalami kondisi perang. Salah satu hal yang tidak bisa dihindari adalah dampak psikologis yang mereka alami, bahkan beberapa diantara mereka mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD), merasakan ketakutan, kehilangan orang tua, saudara dan orang-orang yang mereka cintai, merasakan kecemasan sampai akhirnya timbul perilaku menarik diri dari lingkungan.

Symptoms of psychological trauma manifest themselves in children in a various number of way

-Doctor Samy Owaida, psychiatry consultant for children and adolescents-

Padahal anak-anak membutuhkan keamanan dalam bersosialisasi dengan lingkungan tempat mereka berkembang. Merasa aman ketika pergi ke sekolah, merasa aman ketika bermain dengan teman-teman diluar rumah, merasa aman ketika beribadah, merasa aman ketika mereka ingin melakukan semua apa-apa yang menjadi hak-hak mereka untuk melakukannya.

Mungkin teman-teman pembaca disini telah mengetahuinya bahwa manusia paling sempurna di muka bumi ini, laki-laki paling mulia yang selalu kita rindukan untuk berjumpa dengannya, ialah Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam, betapa ia selalu mencintai anak kecil, selalu memuliakannya dan memperlakukan setiap anak dengan penuh kasih sayang.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:

“Tidak pernah aku melihat seorang pun yang paling penyayang kepada anak-anak daripada Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam, adalah Ibrahim putra beliau disusui disebuah perkampungan yang ada di Madinah. Suatu ketika beliau pergi menjenguk putranya dan kami ikut menyertai. Lalu beliau masuk ke rumah orang tua susu Ibrahim yang penuh dengan asap. Karena suami dari ibu susu Ibrahim adalah seorang pandai besi. Beliau pun mengambil putranya dan menciumnya. Setelah itu beliau kembali.” (HR. Muslim No. 2316).

See, betapa mulianya sikap beliau kepada anak-anak, semoga kita pun bisa mencontoh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam dalam berkasih sayang terhadap anak-anak.

So, what your hope for all children’s in the world?

World Kindness Day

Melihat fenomena hari ini yang berkaitan dengan perayaan World Kindness Day, apa yang terlintas di pikiranmu? Pagi ini ada banyak quotes dan postingan beberapa teman yang melintas di media sosial lengkap dengan tagar #WorldKindnessDay. Saya tergerak untuk menelusuri lebih jauh tentang annual celebration ini dan saya baru sadar, “ohh ternyata ada yah perayaan tahunan seperti ini”. By the way ini menarik! Kenapa? karena secara tidak langsung annual celebration seperti ini bisa menjadi sebentuk reminder buat saya pribadi dan kalian juga untuk selalu melakukan kebaikan, wherever and whenever we can, right!

Doing acts of kindness bisa dimulai dengan melakukan hal-hal kecil dari diri sendiri (yang biasanya sering terlupakan), seperti bersyukur, menebarkan senyuman dan ekspresi bahagia kepada orang yang kita temui, menyambut siapapun yang menyapa kita, mengucapkan permintaan maaf kepada mereka yang pernah kita sakiti atau mengucapkan terimakasih kepada siapapun yang telah membantu dan berbuat baik pada kita, tanpa memandang besar kecilnya kebaikan yang telah mereka lakukan tentunya.

Guys, kalian ingat? mungkin ada banyak orang yang telah menyalurkan kebaikan-kebaikannya untuk kita, baik yang kita sadari ataupun yang nggak kita sadari. Semuanya mengkontribusikan kebaikannya pada kita, contoh orang tua kita, setiap pagi mereka selalu menyiapkan bekal makan siang sebelum pergi beraktifitas. Belum lagi orang-orang yang kita temui diluar rumah, ada teman, kerabat dan bahkan orang lain yang nggak dikenal tetapi mereka turut menyalurkan kebaikan pada kita. Tanpa kebaikan bapak ojeg online mungkin kita bisa telat saat pergi ke kantor. Belum lagi mbak-mbak yang nggak dikenal tapi dia bersedia mempersilahkan kita antre lebih dulu di depannya.

Lalu, apa yang kita rasakan ketika kita mendapatkan berbagai kebaikan dari orang lain? bahagia bukan? Yaps. Adanya kebaikan memang tidak akan bisa terlepas dari hadirnya kebahagiaan. Seolah ketika kita mendapatkan kebaikan otomatis kita akan merasa bahagia. Tapi sayangnya tanpa disadari terkadang kebahagiaan itu hanya sekedar hadir, padahal jika kita bersedia sedikit lebih kritis terhadap sumber kebahagiaan itu, mungkin kita bisa lebih aware bahwa adanya kebahagiaan itu tidak terlepas dari campur tangan orang-orang di sekeliling kita yang telah berkorban dan berbuat baik untuk kita. Sehingga yang ada, hadirnya kebahagiaan melalui kebaikan orang lain pada kita bisa berperan sebagai penguat rasa syukur kita pada DIA yang maha baik dan maha memberikan kebahagiaan.

Kemudian, how can we become happier by doing kind things for others?

Ada banyak cara untuk mendapatkan suatu kebahagaiaan. Seperti melakukan hobi, bertemu dengan kerabat, kumpul dengan teman-teman sevisi untuk membicarakan project, traveling, kuliner, berolah raga dan bahkan ada orang yang rela bayar mahal demi mendapatkan suatu kebahagiaan.

for WKD

Picture Sources: Pinterest

Terlepas dari cara-cara tersebut, percayakah kalian? bahwa diluar sana banyak orang yang mencari kebahagiaan justru dengan cara berkorban untuk orang lain, berbuat baik pada orang lain tanpa syarat apapun, dan menjadi manfaat untuk orang lain sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Uniknya perilaku tersebut tak terbatas strata sosial. Siapa saja dan dimana saja bisa mendapatkan kebahagiaan dengan cara berbuat baik kepada orang lain. Contoh yang nyata bisa kita lihat saat sebagian saudara kita terkena musibah bencana alam, banyak orang dari berbagai kalangan yang mencoba berkontribusi untuk membantu mereka, mulai dari orang-orang yang mendonasikan barang-barang layak pakai sampai orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk terjun langsung sebagai relawan.

Memangnya, apa sih yang membuat mereka merasa nyaman ketika melakukan kebaikan untuk orang lain?

a kind action is good for the soul. It is a win-win situation, leading to a sense of well-being both for the receiver of this kind gesture, as well as for the person who does the action

-britishcouncil magazine-

Katanya, ada kedamaian tersendiri ketika melihat orang lain tersenyum, apalagi mereka adalah orang yang kita cintai. Katanya, ada perasaan tentram ketika kebaikan yang kita lakukan bisa bermanfaat untuk orang lain. Katanya, ada damai dalam hati saat diri kita merasakan kebahagiaan yang orang lain rasakan. Dan faktanya memang begitulah adanya, bahwa apa yang kita berikan akan selalu kembali pada kita. Ketika kita melakukan suatu kebaikan kepada orang lain (tanpa syarat) disanalah Allah akan turunkan kebaikan-Nya pada kita. Itulah kenapa bahwa doing acts of kindness akan selalu mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak (yang memberi, dan yang menerima).

Sama halnya dengan pernyataan beberapa peneliti dari berbagai latar belakang yang berbeda, mereka melakukan sebuah review terhadap banyak penelitian tentang acts of kindness. Hasil penelitiannya kemudian di publikasikan melalui Literature Review . Lalu bagaimana hasilnya? Hasilnya menyatakan bahwa melakukan kebaikan akan meningkatkan well-being (kesejahteraan) si pelaku. Doing acts of kindness yang dimaksud dalam penelitian ini juga tidak hanya mengacu untuk berbuat baik pada keluarga atau orang terdekat saja, tetapi juga kepada teman, orang-orang dalam sebuah organisasi, dan bahkan juga pada orang asing yang tidak dikenal.

“Siapa yang menolong saudaranya dalam kebutuhannya, maka Allah pun akan menolongnya dalam kebutuhannya.” (HR. Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580, dari Ibnu ‘Umar), selengkapnya klik disini

Nah sampai disini, jadi kebaikan apa yang rencananya akan kalian lakukan hari ini? Apapun itu, semoga tulus, bermanfaat dan selalu bisa menjadi rantai kebaikan yang tak terputus ujungnya, because the kindness is contagious.

Salam, el.

Cuma Tinggal Klik Pause

Ada banyak hal yang terjadi selama saya menyusun tugas akhir kemarin, mulai dari hal-hal yang lucu, membahagiakan sampai yang membuat terkurung buntu di dalam kamar kost. Semua itu bisa bikin setiap orang yang mengalaminya menjadi berubah, dan perubahan itu tidak melulu soal baik menjadi buruk tapi juga terkadang tanpa kita sadari setiap manusia punya potensi untuk merubah sisi buruk dalam dirinya menjadi suatu kebaikan, meski terkadang potensi itu tidak pernah kita sadari.

Seperti tugas akhir yang tengah saya selesaikan saat itu, butuh sedikit cambukan terhadap diri sendiri agar bisa terselesaikan dengan baik. Meski dalam prosesnya selalu ada rasa hampir menyerah dalam menuntaskannya.

Cobalah untuk berhenti sejenak, Nna. Buat komitmen dengan dirimu sendiri berapa lama kamu berhenti. 15 menit? 30 menit? atau 1 jam?

klik tombol pause dalam diri kamu selama waktu yang telah kamu tentukan. Berkomitmen dengan waktu tersebut, dan gunakan untuk deep into your self tentang hal-hal apa saja yang menjadi ambisimu selama ini dan lepaskan hingga di dalam hati dan pikiranmu hanya ada DIA.

bisa jadi resah dan buntunya kamu selama ini karena porsi keduniawianmu terlalu overload, sementara DIA tak ada ruang sedikitpun di dalam diri kamu

kemudian hening ketika seseorang memberikan reminder tentang hal-hal yang menjadi kepayahan dalam diri saya. kemudian seperti ada yang kembali membisikan bahwa skripsi itu bukan tentang seberapa banyak saya menggunakan waktu hanya untuk menyelesaikannya, tapi skripsi itu mengukur sepandai apa kita membagi waktu agar setiap kewajiban yang harus kita jalani sebagai seorang Hamba Allah, sebagai seorang anak, sebagai Mahasiswa, dan sebagai seorang staf dalam sebuah perusahaan, juga sebagai makhluk sosial bisa terpenuhi sesuai porsinya masing-masing, tanpa ada yang terabaikan pertanggung-jawabannya atau pun sebaliknya.

Menghentikan sebuah perjuangan bukanlah sesuatu yang buruk selama aku berkomitmen dengan waktu yang ditentukan. Terkadang, aku memang merasa bahwa berhenti sejenak untuk sekedar mereview hal-hal apa saja yang perlu di evaluasi adalah sesuatu yang penting, untuk melihat sudahkah DIA memiliki ruang khusus dalam kesibukan yang dijalani tersebut? atau justru karena kesibukan tersebut lantas membuat ketiadaan ruang untukNya dalam hidupku?

Terus mengejar berbagai ambisi keduniawian tanpa melibatkan DIA dalam perjalanan tersebut, ahh rasanya hal itulah yang membuat aku merasa sulit saat itu hingga tak kunjung usai berbagai tanggung jawab yang terpapar dalam hidupku.

Berhenti kemudian mengevaluasi, hadirkan kemudian libatkan DIA.

 

 

Zona (Gak) Enak Setelah LULUS

Dua minggu menuju sidang akhir skripsi adalah hari-hari yang cukup melelahkan buat saya, bukan karena banyaknya pekerjaan kantor dan beberapa materi skripsi yang belum dipahami, tapi lebih kepada kondisi cemas “takut gak lulus” yang bikin tidur malam semakin singkat, nafsu makan mulai menurun, dan performa kerja berantakan. you know! ternyata mahasiswi Psikologi seperti saya pun disaat-saat seperti ini beneran gabisa melakukan kontrol diri terhadap kecemasan menjelang sidang. Yeahh I’m just human. But Alhamdulillah ketika hari itu tiba saya mampu menyelesaikan semuanya dengan baik hingga mereka menyatakan bahwa saya berhak lulus dari Fakultas Psikologi.

Lalu, setelah ini mau ngapain Nna?

Ciee, enak yaa sekarang udah bisa streaming drama korea tanpa kepikiran skripsi lagi!

Wahh, selamat yaa berarti sekarang udah mulai bisa kembali ke kampung halaman kapanpun kamu mau donk Nna!

dan seterusnya, dan seterusnya. Selain ucapan do’a dan selamat yang dikirimkan secara personal, ada banyak pertanyaan juga yang sebenarnya menjadi self reminder untuk saya pribadi, hingga berbagai pertanyaan yang ditujukan untuk saya itu, kini menimbulkan tanya tersendiri dalam hati saya “beneran nih udah bebas? yakin, abis ini cuma mau leyeh-leyeh nikmatin hari-hari tanpa tugas kuliah? ko flat banget yah

Nikah dulu aja, Nna

S2 biar otaknya masih fresh buat lanjut kuliah lagi

Coba Traveling dulu deh, bentar lagi ada event GA*F loh banyak tiket pesawat murah

yoo gaes, ternyata ga semudah itu loh menghadapi kehidupan pasca kelulusan, bahkan untuk ukuran orang seperti saya yang sebenarnya masih punya kegiatan rutin dari senin sampai jum’at, ga perlu nenteng-nenteng map untuk apply CV kemana-mana, tapi masih merasa ada kehampaan setelah kelulusan itu, apalagi ketika saya ingat suatu moment dengan dosen pembimbing yang menyatakan bahwa menjadi seseorang yang bisa memberikan banyak manfaat bagi orang lain pasca perkuliahan ini adalah sesuatu yang prestigious. Ehh.. bentar, tapi ini bukan prestigious disisi manusia, bukan menjadi prestigious agar manusia menilai bahwa study yang telah kita jalani mendapat pengakuan dari orang lain, bukan ini bukan tentang itu. Tapi ini tentang menjadi prestigious disisi Tuhan, bagaimana agar kita tidak mengecewakan Dia ketika Dia telah menjatuhkan takdir kelulusan untuk saya, bagaimana agar saya bisa tetap menjaga kepercayaanNya setelah salah satu do’a yang selalu saya panjatkan disetiap hujan turun Dia kabulkan sesuai harapan saya.

Ternyata itu memang tidak mudah, kembali saya teringat diskusi siang itu bersama dosen pembimbing bahwa kita perlu keluar dari zona nyaman bila ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain. Senantiasa konsisten dan berkomitmen dengan diri sendiri untuk selalu melakukan sebanyak-banyaknya kebaikan murni lillahi ta’ala, tanpa menyelipkan perasaan ingin diakui oleh lingkungan, juga tetap menjalani peran tersebut meski kondisi yang gak nyaman harus dijalani, karena faktanya kehidupan pasca selesainya study ini adalah tentang bagaimana kita mempertanggung-jawabkan ilmu yang telah di anugerahkan oleh Allah gratisss untuk saya, bagaimana saya bisa kembali mengelola waktu yang lebih luang ini agar menjadi sesuatu yang bisa meringankan ketika hari perhitungan nanti.

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

QS Al-Insyirah : 7-8

Apapun peran dan kegiatan yang saya pilih setelah ini, semoga itu adalah sesuatu yang bernilai kebaikan dan mendatangkan banyak manfaat untuk orang lain, bila hal itu adalah sesuatu yang memberikan kenikmatan semoga terhindar dari kesombongan, bila hal itu adalah sesuatu yang melelahkan semoga terhindar dari kepayahan dan tidak menyebabkan berputus asa dari rahmatNya.

 

Say Good Bye to Tumblr

Holla, finally setelah dunia per-skripsi-an telah melewati titik akhir kini kembali aku bisa menyapa halaman tempatku menulis berbagai hal and it’s first time for me untuk menulis di halaman baru. Karena buat sebagian teman-teman yang berdomisili di Indonesia, halaman Tumblr udah gabisa di akses lagi atas kebijakan Kominfo, banyak pihak yang menyayangkan keputusan tersebut. Tapi rasanya ga baik juga kalau terus berlarut “kzl” dalam keputusan tersebut, so akhirnya aku coba menghidupkan kembali beberapa tulisan dari tumblr ke halaman baru WordPress. Yess, it’s my first time play with WordPress. Semoga bisa bikin habit menulisku semakin meningkat yaa 🙂 (pray for me please).

Awalnya aku ga terlalu terpengaruh dengan issue diblokirnya Tumblr oleh pihak Kominfo, mungkin karena saat itu aku sedang fokus menyusun Discussion untuk skripsiku. Tapi setelah dunia itu berakhir, kekhawatiran akan hilangnya salah satu sumber inspirasi on my daily mulai muncul. But Alhamdulillah aku dapat beberapa refferensi dari teman-teman dan om Google juga bahwa ternyata ada semacam aplikasi yang bisa meng-import seluruh tulisan dari Tumblr ke WordPress (include seluruh postingan teman-teman yang kita repost juga) jadi kita bisa tetep terhubung dengan tulisan-tulisan mereka, yapss jadi alasan aku pilih WordPress itu karena WordPress adalah salah satu media paling mudah yang bisa meng-import tulisan dari Tumblr plus based on review dari yang lain media ini juga yang cukup di rekomendasikan.

Semoga media baru yang aku gunakan ini, bisa menjadi penghubung juga dengan tulisan dan bacaan-bacaan sehat dari seluruh ide-ide inspiratif teman-teman.

So, happy reading and keep writing yaaa

Raising A Mindful Family #2 (End)

novieocktavia:

Tulisan ini adalah lanjutan review International Islamic Parenting Seminar dengan judul “Raising A Mindful Family” yang dilaksanakan di Bandung, 3 Februari 2018. Seluruh materi yang dituliskan kembali disini disampaikan oleh Dr. Mohamed Rida Beshir, seorang Islamic Marriage and Parenting Expert yang berasal dari Canada yang juga merupakan co-author dari buku best seller berjudul “Parenting Skills: Based on The Qur’an and Sunnah”. Sebagai penghubung antara materi satu ke materi yang lainnya, hadir juga Ustadz Adriano Rusfi, seorang Psikolog yang juga founder dari Majelis Luqmanul Hakim. Tulisan pertama dapat di baca di link berikut ini.

Sebelumnya, mohon maaf untuk kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang saya pertahankan sebagaimana materi diberikan, karena khawatir ada pemaknaan yang hilang atau kurang lengkap jika semua ditranslasi ke dalam bahasa Indonesia. Enjoy reading, happy learning!

image

Saya pernah mendapat nasehat dari seorang guru bahwa investasi terbesar yang dapat kita berikan bagi kehidupan kita adalah belajar dan ilmu pengetahuan. Beliau juga berpesan bahwa setiap waktu dan kesempatan yang kita luangkan untuk menuntut ilmu karena Allah adalah bentuk perjuangan untuk dapat menjalankan ibadah yang benar: ilmu sebelum amal. Setali tiga uang dengan hal tersebut, kemarin Mr. Rida menyampaikan bentuk investasi besar lainnya yang dapat kita lakukan,

“Nurturing and parenting our children are biggest invesment in life, our road to Jannah.”

Road to Jannah, ternyata sebesar dan sejauh itulah pentingnya investasi dunia akhirat ini, yang tentunya perlu kita siapkan sejak jauh-jauh hari. Masih ingat kunci kesepuluh pada tulisan sebelumnya, kan? Yup, pre-marital education. Jadi, meski belum menjalankan amanah Allah untuk mengasuh, penting juga bagi kita untuk mempersiapkan ilmu untuk amanah tersebut, sejak jauh-jauh hari.

Terdapat 5 komponen utama dalam Excellent Parenting. Apa sajakah itu?

Komponen yang pertama adalah visi, yaitu tujuan jangka panjang. Berkaitan dengan ini, saya jadi ingat Ibu Elly Risman pernah menyampaikan, “Main bola saja ada tujuannya, ada gawangnya, masa mengasuh anak tidak ada tujuannya?” Nah, ternyata, sebaik-baik visi kita bagi anak-anak kelak adalah aspire them to be like generation of the Prophet’s companion, yang kualitasnya adalah proud to be Muslim, have self confidence, dan juga strong in belief in Allah. Selain itu, anak-anak juga perlu loved and accepted by parents sehingga bisa menunjang mereka untuk bisa capable and highly skilled dan menjadi critical thinker dalam kehidupannya.

Untuk bisa memiliki visi yang benar dalam menjalankan pengasuhan, terdapat beberapa pengetahuan dasar yang perlu kita ketahui, yaitu Islamic knowledge in general (Al-Qur’an and Sunnah), Islamic Characters, pengetahuan tentang perkembangan anak baik dari segi fisik, intelektual, sosial, maupun emosional, dan yang tak kalah penting adalah Islamic Parenting Principles.

Termasuk di dalam Islamic Parenting Principles yaitu, parenting is a shared responsibility. Ya, parenting tidak bisa hanya dilakukan oleh ibu saja atau ayah saja, tapi harus oleh keduanya. Nah, ustadz Adriano Rusfi mengatakan bahwa yang seringkali menjadi masalah dalam hal ini adalah perempuan lebih giat belajar dan mempersiapkan dari pada laki-laki. Tapi, kita tetap bisa memilih sikap terbaik, yaitu berprasangka baik kepada Allah. Prinsip lainnya adalah link the child to his creator, anger management, dan menciptakan atmosfer keluarga yang positif dan sehat, yaitu dengan memberikan contoh-contoh positif kepada anak-anak.

Komponen yang kedua adalah knowledge atau ilmu pengetahuan. Hal ini menjadi logis dan masuk akal karena sebagai seorang muslim, we have to do anything based on knowledge. Sambil menunggu Allah memberi rezeki berupa pernikahan dan keluarga, belajar saja dulu, karena dengan belajar berarti bahwa kita sedang berupaya untuk dapat menjalankan ibadah dengan benar. Iqra or read is the best wiring of knowledge. Tapi, haruskah hanya dengan membaca buku? Tidak, karena arti membaca disini bisa sangat sangat luas, termasuk membaca hikmah yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita.

Komponen yang ketiga adalah willingness to change. Bagaimana caranya? Yaitu dengan self-search dan self-improvement karena tantangan zaman hari ini dan hari-hari berikutnya akan semakin menantang sehingga kita tidak bisa lagi menggunakan cara-cara lama yang digunakan oleh orangtua kita dalam mengasuh kita dulu.

Komponen yang keempat adalah membentuk positive and healty family atmosphere yang berkaitan dengan kualitas-kualitas yang harus kita miliki kelak ketika menjadi orangtua, yaitu

building relationship, understand our children, willing to gain knowledge, active and nurture the fitra in them, be friend to the, reason up and explain wisdom, and make sure that your Islamic life is not miserable.

Hmm, kualitas terakhir itu cukup bikin mikir, ya! Sedih juga, mengingat kehidupan berislam kita (eh saya maksudnya) yang mungkin masih miserable. Semoga Allah mampukan kita untuk menjadi muslim yang selalu menjadi lebih baik setiap harinya.

Komponen yang terakhir adalah wisdom atau kebijaksanaan. Saya baru menyadari bahwa ternyata ada kekeliruan-kekeliruan dalam wisdom ini setelah Mr. Rida memberi penjelasan mengenai lack of wisdom, seperti contohnya picking your fights, making halal become difficult and haram become easy, living unfulfilled dream through our teen, using all inherited methods of Tarbiyah, and blind imitation. Wow, sedikit banyak hal tersebut terjadi pada kita atau sekitar kita, bukan?

Sebaliknya, kebijaksanaan ini dapat dilakukan dengan meng-install konsep-konsep penting kepada anak-anak kita, yaitu bahwa,

Allah is our creator and He loves us. Rasulullah is our role model. Our real home is in the hereafter. Allah is with us all the time, He always supporting and watching. We are accountable for actions and the use of our sense. And, you have to be keen about what is good for you.

Alhamdulillah. Sekian review dari Raising A Mindful Family yang bisa saya tuliskan, mohon maaf untuk setiap keterbatasan atau bahasa Inggris saya yang masih berantakan. Semoga setiap upaya kita dalam belajar, mempersiapkan, dan memperbaiki semua hal terkait kehidupan keluarga bisa menjadi nilai ibadah yang dibicarakan-Nya bersama malaikat-malaikat pencatat amal kebaikan. Sampai jumpa di review-review belajar selanjutnya. Baarakallahu fiik 🙂

PS: Untuk membaca artikel-artikel lain tentang pranikah dan parenting, klik disini dan disini.

_____

Picture Source: Pexels